.
.
.
Happy Reading, minna-san.. ^_^
.
.
.
Ku tutup pintu cintaku yang sekian lama terbuka untukmu
Lelah hati ini..
Hinata-ku begitu cantik sejak kali pertama aku menginjakan kaki di
Universitas Konohagakure. Waktu itu, aku melihat dia sedang duduk sendirian di
salah satu bangku kelas bahasa Jepang kami yang masih sepi. Kepalanya sedikit
tertunduk karena membaca sebuah novel. “Uhm.. Namaku Hinata Hyuuga..” Itulah
kalimat pertama yang membuat aku tahu betapa lembutnya suara Hinata-ku.
Hinata-ku begitu cantik dengan rambut indigo panjang yang selalu
dibiarkan terurai. Irish lavendernya indah. Hidungnya mancung. Bibirnya mungil.
Pipinya menggemaskan. “Jika tidak gendut, apa maksudnya ini, hm?” kataku sambil
mengembungkan pipi gempilnya membuat dia marah. Tapi, dia sangat lucu ketika
marah.
Hinata-ku begitu cantik ketika dia sedang memilih rangkaian bunga
untuk mengunjungi makam Hikari Kaa-chan. Dia menyukai semua jenis bunga yang
ada di toko bunga milik temannya, Ino. Tapi, bunga yang paling dia suka adalah
bunga lavender dan bunga matahari. “Gaara-kun..” Aku selalu suka cara dia
memanggil namaku. “Belikan aku bibit bunga matahari ini ya?”
Hinata-ku begitu cantik ketika dia sedang tidur dengan earphone
yang masih terpasang di kedua telinganya. Sudah beberapa kali dia tertidur di
kamarku saat kami sedang mengerjakan tugas kuliah bersama. Bagiku tak masalah,
asalkan dia tidak punya sepupu laki-laki pengidap sister-complex seperti Neji. “Nee,
Sabaku-san, dimana Hinata-hime sekarang?”. Belum ingin mati. Terpaksa aku
menambah dosa dengan berbohong kalau adik sepupunya menginap di rumah Sakura.
Hinata-ku begitu cantik saat dia sedang bercerita tentang adik
perempuan kesayangannya, Hanabi. Hanabi yang manis, pintar menggoda, dan selalu
menagih ice cream jika kami ketahuan pergi kencan olehnya. Hanabi-lah yang
selalu melindungi kami dari introgasi Hiashi Tou-chan jika aku terlambat
mengantar dia pulang atau bahkan tidak mengantar pulang sama sekali.
“Tou-chan.. Hinata nee-chan semalam sudah menelepon dan memberitahu aku kalau
dia tidak pulang karena harus menginap di rumah Tenten nee-chan untuk
menyelesaikan tugas kuliah. Tou-chan semalam sudah tidur. Jadi, aku tidak
sempat memberitahu.”
Namun, Hinata-ku, aku tidak pernah memiliki keberanian untuk mengatakan
secara langsung kalimat pertama di setiap paragraf itu padamu. Hingga ku tutup
pintu cintaku yang sekian lama terbuka hanya untukmu. Untuk Hinata-ku. Lelah
hati ini melawan logika yang tak lagi sejalan dengan perasaan semenjak orang
itu hadir kembali di kehidupanmu. Naruto Uzumaki, cinta pertamamu.
.....
Disclaimer :
NARUTO © Masashi Kishimoto
Tak Mampu Pergi © Sammy
Simorangkir
Tak Mampu Pergi © Raira Rin
Pairing : Sabaku No Gaara X Hinata
Hyuuga
Rated : T
Genre : Romance, Songfic
.....
“Hinata-hime..” panggil laki-laki bermata shappire itu membuat aku
dan kamu langsung menoleh ke arah suaranya.
“Na..Naruto-kun?” nada bicaramu jelas menggambarkan
ketidakpercayaan dan kebahagiaan bercampur menjadi satu.
“Astaga.. aku sangat merindukanmu, tebayooo..” dia memelukmu begitu
erat di depanku. Membuatmu melepas genggaman tangan kita. Dan berikutnya yang
bisa aku dengar hanyalah omelan Naruto menanyakan kabar keluargamu. Sepertinya,
Naruto mengenal dengan baik setiap anggota keluargamu.
“Nee, Hinata-hime, bagaimana kabar Hiashi Tou-chan? Apa Tou-chan
masih suka marah-marah kalau kamu pulang terlambat?”
“Tunggu dulu, bagaimana kabar Neji nii-chan? Apa dia masih pacaran
dengan Tenten dan jadi kelinci percobaannya?”
“Aaa.. lalu bagaimana kabar Hanabi-chan? Apa tinggi dan berat
badannya sudah bertambah? Dia pasti semakin manis sekarang.”
Hinata-ku, setiap hari aku bisa melihat wajah bahagimu karena aku
datang ke rumahmu dengan membawakan bunga matahari kesukaanmu. Karena aku
membelikan novel romance favoritmu atau karena aku membiarkanmu menggandeng
tanganku di depan banyak orang. Tapi, semua itu bahkan tidak ada satu perempat
dari rasa bahagia saat kamu bertemu kembali dengan Naruto setelah sekian lama
dia pergi meninggalkan Konoha.
.
.
.
Apakah selama ini cinta yang ada hanyalah semu
Betapa sakitnya hatiku dan dirimu..
Memilih dirinya hingga tak hiraukan cinta kita..
“Hinata-chan, seperti dia yang kembali ke Konoha karenamu, kamu pun
kembalilah padanya. Terimakasih. Aku senang bisa bersamamu selama dua tahun
ini.”
“Tidak bisa begitu. Bagaimana denganmu? Dengar, aku minta maaf
karena aku masih menyukai Naruto-kun. Tapi, aku..”
“Pergilah sebelum aku berubah pikiran dan membawamu pergi ke
Sunagakure.”
“Gaara-kun..” Aku masih suka caramu memanggil namaku. “Arigatou..”
dan aku balas memelukmu dengan pemikiran ini akan menjadi pelukkan terakhir
kita.
Pada akhirnya, Hinata-ku pun pergi. Naruto merubah segalanya seakan
selama ini cinta yang ada diantara aku dan kamu hanyalah semu. Hinata-ku,
betapa sakitnya hatiku hanya bisa membiarkanmu pergi memilih dirinya hingga tak
hiraukan cinta kita.
.
.
.
“Payah! Bagaimana bisa kau berpura-pura rela melepaskan Hinata
setelah kau mencintainya dengan tiga perempat nyawamu!”
Hinata-ku, Kiba tidak bisa berhenti memarahiku setelah aku
membiarkanmu kembali begitu saja pada Naruto. Dia bahkan berani membuat sumpah
tidak akan datang ke acara pernikahanku nanti jika pengantin wanitaku bukanlah
putri sulung Hiashi Hyuuga.
“Kau akan melanggar sumpahmu karena harus datang ke pesta
pernikahanku dengan Hana Inuzuka..”
“Dasar bodoh..”
“Biar saja bodoh. Aku harus pulang sekarang. Titip salam untuk Hana
Inuzuka.”
“Aku juga titip salam untuk Temari Sabaku.”
“Tcih! Dasar bodoh.”
Ketika dia yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hatimu
Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku
Saat ku dengar suaramu.. ku tak mampu pergi..
Ku tak mampu pergi..
Hinata-ku, kenapa kamu yang aku cinta malah mencintai yang lain dan
membuat luka begitu dalam di hati? Tapi, sialnya, aku tidak bisa meyakinkan
diri untuk benar-benar rela melepasmu. Karena.. saat aku mendengar suaramu. Aku
selalu tak mampu pergi lebih dulu.
TAP! TAP! TAP!
Suara langkah kaki ini terdengar jelas memenuhi ruang tamu rumah
kami tanpa Hinata-ku yang biasa mengucapkan “Selamat pulang..” jika dia lebih
dulu sampai di rumah kami. Temari nee-chan begitu menyukai Hinata-ku hingga
membiarkan dia memiliki kendali atas rumah kami. Kankurou nii-chan bahkan
memberikan kunci cadangan kamarku padanya.
TAP! TAP! TAP!
Aku mulai bosan mendengar suara langkah kaki sendiri. Biasanya,
Hinata-ku akan menceritakan hal-hal sederhana yang dia lihat selama perjalanan
dari ruang tamu menuju ruang keluarga. Seperti Sakura yang cemburu melihat Karin
menggoda Sasuke atau Tenten yang belum juga berhasil membuat ramen untuk Neji.
TAP! TAP! TAP!
Akhirnya, aku berada tepat di depan lemari es yang terletak di
dapur sekaligus ruang makan rumah kami. Aku mengambil sebotol air putih dan
menghabiskannya dalam sekali minum. Lalu, mendudukan diri di salah satu kursi
makan.
“Gaara-kun..” Ini gila. Aku memejamkan mata dan mendengar suaramu.
“Pergilah suara khayalan Hinata. Kenapa kau memenuhi rumahku?”
batinku.
“Gaara-kun..” Ini benar-benar gila. Suara Hinata-ku bertambah jelas
seakan dia sedang ada di..
“... depanmu. Aku di sini, Gaara-kun..”
“Hinata-chan, apa yang kamu lakukan di sini?”
Lelah rasanya hati untukku bertahan
Namun aku sungguh sungguh tak mampu..
Hinata-ku, terkadang hatiku merasa begitu lelah mempertahankan
teori “Aku baik-baik saja asalkan kamu bahagia meskipun itu dengannya” yang ku
pegang sejak hari pertama aku melepasmu untuknya. Ini melelahkan namun aku
sungguh tak mampu pergi lebih dulu. Aku tak mampu memutuskan ikatan diantara
kita.
Hinata-ku, bisakah aku meminta padamu untuk pergi, ah tidak, tapi
benar-benar pergi lebih dulu?
Dia.. yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hatimu
Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku
Saat ku dengar suaramu.. hatiku bergetar..
Saat ku tatap matamu.. ku tak mampu pergi..
“Nauto-kun tidak bisa menemaniku ke makam Kaa-chan. Bisakah kamu
ikut denganku?”
Seharusnya aku menolakmu dan mencoba menghapus beberapa hal yang
biasa kita lakukan bersama. “Tentu saja. Aku ganti baju dulu ya. Tunggu di
sini.”
“Gaara-kun..”
Aku masih tetap menyukai caramu memanggil namaku. “Iya,
Hinata-chan..”
“Hanabi-chan terus menanyakan kabarmu. Bisakah nanti kamu mampir ke
rumah sebentar saja?”
Sialan. Aku memang tidak bisa menolakmu. “Iya, aku akan mampir.”
Hinata-ku, walaupun kamu yang aku cinta telah mencintai yang lain
dan hatiku telah terluka begitu dalam. Seribu kali berusaha meyakinkan diri
untuk segera pergi darimu. Tapi, ntah kenapa, saat ku dengar suaramu atau saat
ku tatap matamu. Aku tak akan pernah mampu pergi lebih dulu. Dan mungkin akan
ku biarkan terus seperti ini hanya untuk tetap berada di sisimu.
Hinata-ku, aku mencintaimu..
Bolehkah aku meminta satu hal? Suatu hari nanti, kembalilah
padaku..