Jumat, 05 Januari 2018

UAS Pengembangan Drama di Sekolah Dasar : Apresiasi Seni Pertunjukkan

Pengembangan Drama di Sekolah Dasar
Ulangan Akhir Semester
Apresiasi Seni Pertunjukkan “Ngeun (T)eung”

Dosen Pengampu : Drs. H. Hendratno, M.Hum





Disusun Oleh:
Nisful Laila (14010644045 / B-2014)




UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2017
Apresiasi Seni Pertunjukkan “Ngeun (T)eung”
Berdasarkan kegiatan diskusi setelah acara pementasan, diketahui Ngeun (T)eung, judul pementasan drama yang diambil dari bahasa Sunda memiliki arti “Ngaca”. Ngeun (T)eung merupakan pementasan drama yang menceritakan tentang kisah Sangkuriang yang dikolaborasikan dengan cerita Antiqon karena memiliki kesamaan cerita. Keduanya sama-sama menceritakan seorang anak laki-laki yang jatuh cinta kepada Ibunya sendiri sebagai seorang kekasih. Pementasan diawali dengan kisah Antiqon terlebih dahulu, kemudian kisah Sangkuriang, dan ditutup dengan kembali ke kisah Antiqon. Pementasan drama ini termasuk ke dalam pementasan drama nonrealis.
Analisis unsur intrinsik “Ngeun (T)eung”, sebagai berikut :
  1. Tema

Tema dari drama “Ngeun (T)eung” adalah romance (percintaan).

  1. Karakteristik tokoh

  • Sangkuriang
Digambarkan Sangkuriang merupakan sosok laki-laki yang berwatak keras, terutama tentang keinginannya untuk menikahi Dayang Sumbi, Ibunya sendiri. Selain itu, Sangkuriang merupakan sosok yang mudah marah (pemarah) dan durhaka karena ingin menikahi Ibunya.
  • Dayang sumbi (Ibu Sangkuriang)
Digambarkan sebagai sosok wanita yang cerdik, terlihat dari pemikiran-pemikirannya untuk mengelabuhi Sangkuriang agar ia tidak jadi menikah dengan anaknya tersebut. Dayang sumbi juga sosok yang teguh dalam mempertahankan kepercayaan dan nilai moral yakni terhadap aturan Ibu dan anak kandung yang tidak bisa menikah.

  • Para koor / jin
Digambarkan sebagai sosok-sosok yang patuh terhadap perintah Sangkuriang sebagai pemiliknya.

  1. Bloking

Bloking Antiqon (awal cerita) :
  • Pada awal cerita, terlihat para koor yang memenuhi pentas atau panggung di beberapa titik dan tidak membelakangi penonton.
  • Pemeran utama yang bertugas sebagai sutradara sekaligus orang yang membuka pementasan berada di bagian depan panggung atau di depan para penonton.
Bloking Sangkuriang (pertengahan cerita) :
  • Pada tahap ini, terlihat Sangkuriang dan Dayang Sumbi sedang berdebat yang berada di bagian tengah panggung.
  • Lalu, Dayang Sumbi dikurung menggunakan balok-balok kayu di bagian kanan panggung.
  • Sedangkan, Sangkuriang berada di bagian tengah panggung dan dikelilingi oleh para koor atau jin.
Bloking Antiqon (akhir cerita) :
  • Sangkuriang berada di bagian tengah panggung dan di kurung menggunakan balok-balok kayu sebagai lambang hukuman yang diberikan atas kedurhakaannya terhadap Dayang Sumbi.
  • Dayang sumbi berada di bagian kanan panggung sedang menjalankan peran sebagai orang yang menutup pementasan.
  • Pada tahap paling akhir di bagian tengah panggung, Sangkuriang yang di kurung balok-balok kayu dikelilingi oleh para koor dan Dayang Sumbi duduk di bagian depan balok kayu.

  1. Setting dan properti

Berikut rinciang setting (tempat, waktu, dan suasana) dari pementasan “Ngeun (T)eung).

Ketika Sangkuriang gagal membuat danau dan kapal untuk Dayang Sumbi sebagai persyaratan apabila Sangkuriang ingin menikah dengannya.

  • Tempat : di sebuah tanah/lahan kosong
  • Waktu : malam menjelang pagi
  • Suasana : menegangkan
Ketika Sangkuring mendapat hukuman dari Dayang Sumbi.
  • Tempat : di danau
  • Waktu : pagi
  • Suasana : menegangkan


Properti yang digunakan, yakni :
  • Balok-balok kayu,
  • Jerami,
  • Lampu,
  • Kendi,
  • Sesaji,
  • Kurungan ayam,
  • Kain hitam,
  • Tongkat,
  • Tali,
  • Cambuk, dan
  • Kertas-kertas.

  1. Alur cerita

Pada pementasan atau pertujukkan “Ngeun (T)eung” menggunakan alur maju yakni pada alur maju atau disebut juga dengan alur progresif, penulis menyajikan jalan ceritanya secara berurutan dimuali dari tahapan perkenalan ke tahapan penyelesaian secara urut dan tidak diacak. Berikut uraian singkat dari alur cerita “Ngeun (T)eung” :

Ada seorang kakek berjalan menggunakan tongkat dan membawa sebuah kendi. Kakek itu meletakkan kendi diantara sesaji bunga. Kemudian, kakek menceritakan sebuah kisah tentang seorang anak laki-laki yang mendapat hukuman. Jenazahnya tidak bisa dikuburkan dengan layak sebagai hukuman atas kedurhakaan ingin menikah dengan Ibunya sendiri. anak laki-laki tersebut bernama Sangkuriang dan sang Ibu yang bernama Dayang Sumbi.

(catatan : kakek dimainkan oleh sutradara yang sekaligus memerankan Sangkuriang)

Di sebuah lahan kosong, Sangkuriang dan Dayang Sumbi sedang berdebat karena keinginan Sangkuriang menikahinya. Agar Sangkuriang tak jadi menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan sebuah syarat yang sulit untuk dikabulkan. Ia memerintahkan Sangkuriang untuk membuatkan danau beserta kapalnya sebelum matahari terbit. Namun, Sangkuriang malah merasa syarat itu terlalu mudah karena ia memiliki banyak jin yang bisa diperintah. Sangkuriang pun memanggil semua jin itu.

Dayang Sumbi yang menyaksikan para jin bekerja mulai merasa khawatir. Ia mencari ide untuk memanggalkan rencana Sangkuriang. Dia membuat matahari terbit palsu agar para jin ketakutan dan berhenti bekerja. Rencana Dayang Sumbi berjalan dengan baik dan Sangkuriang pun gagal membuat danau dan kapal untuknya. Namun, Sangkuriang tidak terima dan marah besar terhadap Dayang Sumbi.

Akhirnya, Dayang Sumbi menceritakan pada Sangkuriang bahwa dirinya adalah anak kandung dari Dayang Sumbi sendiri dan mereka tidak mungkin bisa menikah. Jika Sangkuriang tetap keras kepala dan tidak mau merubah keputusannya. Maka Dayang Sumbi akan memberikan hukuman mati. Selain itu, jenazah Sangkuriang tak akan bisa dikuburkan dengan layak. Sangkuriang tetap keras kepala dan terjadilah pertempuran.

(catatan : bagian cerita pada paragraf keempat diambil dari kisah Antiqon yakni salah satu tokoh dalam kisah Antiqon tidak dikuburkan dengan layak karena melanggar aturan kerjaan)

Sangkuriang tetap gigih memaksa Dayang Sumbi untuk menikah dengannya. Dia menghiraukan aturan bahwa seorang Ibu dan anak kandung tak bisa menikah. Kemenangan pun berada ditangan Dayang Sumbi. Jenazah Sangkuriang dikurung dalam balok-balok kayu.

  1. Unsur tata pentas
Tata pentas atau panggung dibuat mirip dengan panggung proscenium, bisa juga disebut sebagai panggung bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau lengkung proscenium (proscenium arch).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdNelCYeeN9dSFKrA7SpajbpFNTpJsXriaBf8Ct-MhEy0j2QYWv6DutKzfBpkAYi4P4x4OcM2G0NX4lo_088CX7YncbZ2bz4cHJANUVqet7nwkT5d2c6tvjrhg45Dc-PDILLQZAvXb_w4T/s320/3.PNG

Selain itu, unsur tata pentas lainnya dalam pertunjukkan “Ngeun (T)eung” adalah tata pentas dilengkapi dengan penataan lampu (lighting) dan penataan suara (suara pemain, suara musik) serta para pemain dengan penataan rias dan penataan busana.

  1. Penyutradaraan

Penyutradaraan dilakukan oleh satu orang yang juga berperan sebagai tokoh utama dalam pementasan.
LAMPIRAN
Daftar Nama Kru Pementasan Drama “Ngen (T)eung”
Tim produksi
Pimpinan produksi : Fina Ratna
Pimpro : Gugun Gunawan
Bendahara : Dwi Rengganis
Konsumsi : Vina
Tim Art
Sutradara : Hendrik Saputro
Dramaturg : M. Chandra Irfan
Penata Artistik : Puji Koswara
Crew : Dodi
Akustik : Dodi  dan Rohma
Lighting : Puji Koswara
Aktor :
  • Gugun Kaceng
  • Laelatul Sani
  • Rizal Zombi
  • Ari Acun
  • Dwi Rengganis
  • Chntia Anggraeni
  • Ulfa Upeh
  • Dhea Safira
  • Aulia
  • Mila





LAMPIRAN
Dokumentasi Pementasan “Ngen (T)eung”
H:\UAS Drama\IMG-20171202-WA0063.jpg
H:\UAS Drama\IMG-20171202-WA0065.jpg
Pembukaan pementasan : Sutradara menceritakan sedikit alur cerita pementasan

H:\UAS Drama\IMG-20171202-WA0070.jpg
Pertengahan pementasan : adegan kisah Sangkuriang


H:\UAS Drama\IMG-20171202-WA0073.jpg
Akhir pementasan : para pemain berkumpul diatas panggung dan mengucapkan terimakasih

H:\UAS Drama\IMG-20171121-WA0003.jpg
Kegiatan diskusi yaitu tanya-jawab antara kru dan pemain dengan penonton

H:\UAS Drama\IMG-20171123-WA0003.jpg

Foto bersama pemain pementasan “Ngen (T)eung”

UTS Pengembangan Drama di SD : Naskah Drama "Himawari"

Pengembangan Drama di Sekolah Dasar
“Naskah Drama untuk Siswa Sekolah Dasar”

Dosen Pengampu : Drs. H. Hendratno, M.Hum





Disusun Oleh:
Nisful Laila (14010644045 / B-2014)




UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2017

Himawari

Ada setangkai bunga matahari bernama Himawari. Dia memiliki teman seekor kupu-kupu bernama Chouchou. Kupu-kupu bersayap kuning dan hitam dibagian tepinya. Hari ini, Chouchou ingin menceritakan perjalanan hidupnya kepada Himawari.

Chochou          : Selamat pagi, Himawari.

Himawari        : Oh hai Chouchou, selamat pagi juga.

Chouchou        : Himawari, aku punya cerita nih? Kamu mau dengerin ga?

Himawari        : Ah iya, boleh.

Chochou          : Tapi, aku juga punya mantra ajaib dan kamu harus mengucapkannya dulu
 jika ingin mendengarkan ceritaku.

Himawari        : Apa mantranya?

Chouchou        : Bunga bersinar wujud kekuatan. Balikkan waktu balikkan milikku.
Sembuhkan luka, ubahlah nasib, selamatkanlah. Kembalikkan semua. Semua    milikku. (Mengucapkan mantra dengan nyanyian seperti dalam film Tangled)

Himawari        : Baiklah, aku coba ya Bunga bersinar wujud kekuatan. Balikkan waktu
 balikkan milikku. Sembuhkan luka, ubahlah nasib, selamatkanlah.
 Kembalikkan semua. Semua   milikku.

Chouchou pun mulai bercerita tentang perjalanan hidupnya. Petualangannya dimulai ketika dia menjadi sebuah telur yang kecil dan lemah. Seiring dengan berjalannya waktu, telur itu pun menetas menjadi seekor makhluk baru yang disebut ulat. Saat kupu-kupu harus melewati masa menjadi ulat kecil. Kebanyakkan makhluk akan menjauhinya karena wujud tubuhnya yang menjijikkan dan bisa menyebabkan gatal jika tersentuh.

Flashback on

Chouchou sedang berkeliling di sebuah taman untuk mencari makan dan minum. Dia bertemu dengan Mimizu si cacing, Hae si lalat, Kumo si laba-laba, Ari si semut,dan Hachi si lebah.

Chochou : Hai, semuanya, selamat pagi.

Hachi : Eh eh awas ada si ulat. (Bisik Hachi pada Mimizu, Hae, Kumo, dan Ari)


Ari : Eh i-iya pagi juga. (balas Ari dengan sedikit takut dan menjauh dari
 Chouchou)

Chouchou : Kenapa kamu terlihat takut begitu?

Kumo : Iyalah, kami tidak mau dekat-dekat sama kamu. Kan kami tidak mau gatal-
 gatal gara-gara kena bulumu.

Hae : Iya, benar. Jauh-jauh ya dari kita.

Chouchou : Ma-maaf ya. Tapi, boleh aku ikut makan dengan kalian di sini. Aku janji
 tidak akan terlalu dekat dengan kalian kok.

Mimizu : Tidak boleh. Cari tempat lain saja.

Flashback off

Setelah berjuang hidup dengan wujud ulatnya, Chouchou masih harus berjuang lagi. Perjuangan yang disebut fase kepompong oleh manusia. Fase dimana dia harus sendirian didalam gulungan-gulungan benang yang rapuh. Sungguh perjalanan hidup yang jauh berbeda dengan perjalanan hidup Himawari. Dalam hidup Himawari, dia terlahir dari sebuah bibit kecil. Manusia pemiliknya menyediakan tanah untuk dia tinggal, air dan pupuk untuk dia makan, dan ada sinar matahari yang setia membantu dia untuk tetap hidup. Himawari juga juga memiliki banyak teman. Ada Akaibara, Shirobara, Kiiroibara, dan Pinku. Sementara ulat, begitu berat perjuangannya untuk menjadi indah seperti sekarang yang bisa Himawari lihat.

Himawari : Pasti sulit sekali ya melewati masa-masa seperti itu?

Chouchou : Kelihatannya sih memang sulit. Tapi, tidak juga kok.

Himawari : Tapi, pasti ada yang mau berteman denganmu kan? Tidak mungkin    
 semuanya tidak suka padamu.

Chouchou : (Berpura-pura memasang wajah berpikir) Ada.

Himawari : Siapa?

Chochou : Kamu.

Himawari : Ah itu kan sekarang. Dulu?

Chouchou : (Chouchou hanya tersenyum) Boleh ku lanjutkan ceritaku?

Himawari : Tentu tentu. Ayo lanjutkan.
Waktu terus berlalu dan fase kepompong itu pun berakhir. Perlahan Chouchou si kupu-kupu pun keluar dari kepompong dan mulai mencoba untuk mengepakkan sayapnya. Terbang melewati tangkai-tangkai bunga, terbang diatas rerumputan yang hijau, hingga dia sampai di tempat tinggal Himawari.

Himawari        : Mmm.. Pasti menyenangkan bisa terbang berkeliling ke beberapa tempat
 baru sepertimu.

Chouchou        : Benarkah? Bukannya lebih menyenangkan jadi bunga matahari sepertimu.
Jika saja aku ditakdirkan jadi setangkai bunga maka aku ingin jadi kamu, Himawari. Setangkai bunga matahari yang cantik.

Himawari        : (tertawa kecil) Apa yang kamu katakan, Chouchou? Hmmm..
Chouchou, terkadang aku merasa iri dengan bunga lain. Coba lihat Akaibara, Shirobara, Kiiroibara, dan Pinku. Mereka adalah bunga mawar yang cantik dan manusia suka menjadikan mereka sebagai lambang dari cinta. Lalu, ada bunga melati yang baunya harum hingga banyak manusia yang menyukainya. Pasti menyenangkan jika bisa jadi bunga seperti mereka.

Chouchou        : Kamu tidak boleh merasa iri hanya karena bunga lain memiliki kelebihan
yang berbeda darimu. Menjadi mereka tidak semenyenangkan yang kamu pikir. Bunga mawar? Iya benar lambang cinta. Ditanam, dirawat, dipetik, layu, dan mati. Bunga melati? Iya memang harum. Jangan bayangkan saat kamu harus diolah untuk dijadikan minuman teh. Kamu mengerti, Himawari?

Himawari        : (hanya terdiam karena tersentuh mendengar nasihat dari Chouchou)

Chouchou        : Nah, Himawari, mulai hari ini lakukan yang aku katakan ini. Pikirkan hal-hal
positif mengenai dirimu atau semua hal baik yang kamu miliki di dalam dirimu agar kamu lebih pandai bersyukur. Kamu mengerti, Himawari?

Himawari        : (hanya tersenyum ragu untuk mengiyakan keinginan Chouchou)

Chouchou : Ya sudah. Aku pergi dulu ya, Himawari. (terbang)

Himawari : Hal-hal baik yang aku miliki ya? (batin Himawari)

Beberapa hari kemudian...

Hari ini, Himawari sedang menunggu kedatangan Chouchou bersama teman-temannya yaitu Akaibara si mawar merah, Shirobara si mawar putih, Kiiroibara si mawar kuning, dan Pinku si mawar merah muda.


Himawari        : Pinku.. kenapa Chouchou tidak pernah datang ke sini lagi ya?

Akaibara          : Tentu saja. Bukankah seharusnya ini sudah lewat dari tujuh hari.

Himawari        : Memangnya kenapa kalau sudah lewat dari tujuh hari? Apa kupu-kupu suka
 berpindah tempat setelah tujuh hari tinggal?

Pinku               : Himawari, kupu-kupu itu hanya berusia tujuh hari. Paling lama juga sepuluh
 hari.

Himawari : Jadi Chouchou sudah... mati?

Shirobara         : Kupu-kupu itu memang salah satu ciptaan Tuhan yang sangat indah. Tapi,
sebagai gantinya, Tuhan hanya memberi tujuh sampai sepuluh hari untuk   
mereka hidup.

Himawari        : Kenapa Chouchou tidak cerita tentang itu?

Kiiroibara : Mungkin... dia tidak bisa cerita. Lagipula kamu juga sudah tahu sekarang.

Shirobara         : Chouchou pasti punya alasan sendiri.

Pinku               : Mungkin juga dia tidak bisa melihatmu bersedih.

Akaibara : Sudah, bersemangatlah. Kamu kan bunga matahari. Bunga matahari yang   
 kuat!!!

Himawari        : Terima kasih semuanya.

Sejak saat itu, Himawari tak lagi merasa iri pada teman-teman bunga yang lain. Dia sadar jika Akaibara, Shirobara, Kiiroibara, dan Pinku memiliki kelebihan mereka masing-masing. Maka Himawari pun juga memiliki kelebihannya sendiri.

RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4

Tidak ada "RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4" dikarenakan KB tempat saya mengajar l...