Senin, 20 Juni 2016

Lucky (Nisufuru Raira)



“Setelah kamu pergi, aku merasa begitu takut untuk menciptakan ikatan baru dengan pria yang baru pula. Aku terlalu malas jika harus memulai semuanya dari awal.”


“.....” (dia hanya diam seakan mengerti aku belum selesai dengan curahan hatiku)


“Lalu, dia datang. Dia bilang ingin memperbaiki hubungan, komunikasi, dan kasih sayang diantara kami sebagai pasangan kekasih kembali.”


“.....”
 

“Aku takut melupakan perasaanku terhadapmu tapi aku tetap mencoba membuka hati untuknya karena dia mengatakan hal itu.”
 

“.....”(dia tetap diam mendengarkan aku yang duduk berhadapan dengannya terus bicara)
 

“Mungkin seharusnya, aku tak mencoba melupakan perasaanku terhadapmu. Mungkin seharusnya, aku tak membuka hati untuk dia. Dia bilang, dia menanyakan kepastian tentang hal menyebalkan yang menyakiti hatiku itu karena jawaban Tuhan dalam shalatnya. Pikirkanlah, jawaban Tuhan dalam shalatnya.”
 

“.....”
 

“Aku tidak tahu alasan dia begitu suka membicarakan masa lalu. Apa yang sedang dia ingin buktikan? Apa dia ingin memperlihatkan pada orang-orang bahwa aku bukan perempuan baik dan selamanya akan begitu? Sementara Tuhan tahu cara aku dan kamu menghabiskan waktu untuk belajar sama-sama memperbaiki diri.”
 

“.....”
 

“Dia selalu saja begitu. Mengabaikan aku. Memandangku rendah. Menyakitiku dengan kata-katanya. Apa harus aku katakan pada orang-orang bahwa aku memang sangat tidak pantas untuk bersama dia atau pun yang lainnya? Mungkin itu yang dia inginkan dari hubungan sialan ini.”
 

Dia masih saja diam tapi mulai menggenggam dua tangan mungilku dengan satu tangan besarnya dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk menyentuh bahuku. Sepertinya dia sedang ingin menenangkan perasaanku yang mulai kacau karena obrolan ini.
 

“Dia bodoh. Pria pengganti sementara diriku itu bodoh.” (akhirnya dia mau bicara padaku)
 

“Kamu tak perlu merasa takut menciptakan ikatan baru dengan pria yang baru pula.”
 

“.....” (giliranku yang hanya diam mendengarkannya)
 

“Kamu juga boleh melupakan perasaanmu terhadapku dan membuka hati untuk dia atau yang lainnya.”
 

“.....”
 

“Biarkan saja jika dia ingin bermain-main dengan kamu dan agama kalian. Itu tidak akan merugikan kamu. Malah akan membuat kamu semakin mengerti tentang beberapa hal.”
 

“.....” (Aku terus mendengarkan dia bicara. Aku sangat merindukan saat-saat mendengarkan dia bicara seperti ini.”
 

“Bagaimana bisa Raira-ku ini memberikan kesempatan berkali-kali?”
 

“.....”
 

“Dia benar-benar bodoh. Jika dia masih saja suka membicarakan masa lalu. Biarkan saja dia tinggal di sana sendirian bersama pemikiran-pemikiran bodohnya tentang kamu. Sementara, kamu, ikutlah denganku ke masa depan.”
 

“.....” (aku selalu ingin menangis jika pria manapun mengatakan hal seperti ini pada wanita yang menjadi lawan bicaranya)
 

“Dia tidak mengenalmu dengan baik. Bahkan, aku pun mungkin tidak mengenalmu dengan baik. Tapi, Tuhan? Tuhan sangat mengenalmu. Tuhan tahu kalau Raira-ku ini adalah wanita yang baik.”
 

“.....”
 

“Raa, biarkan saja dia mengabaikan kamu, merendahkan kamu, menyakiti kamu. Bukankah sudah aku ajarkan cara untuk memaafkan orang seperti itu? Biarkan saja dia yang merasa pantas melakukan semua itu terhadapmu perlahan terpental jauh dari hidupmu dan kamu tetaplah berusaha menjadi Raira-ku yang baik meskipun tanpa pengakuan dari dia atau yang lainnya.”
 

Dan lagi.. dia pun perlahan menghilang dari hadapanku. Mengembalikan perasaanku terhadap dirinya dan meninggalkan aku. Aaa.. I’m lucky I’m in love with my best friend.




Fanfic NARUTO : "Gaahina"



Tak Mampu Pergi




.
.
.

Happy Reading, minna-san.. ^_^

.
.
.

Ku tutup pintu cintaku yang sekian lama terbuka untukmu
Lelah hati ini..

Hinata-ku begitu cantik sejak kali pertama aku menginjakan kaki di Universitas Konohagakure. Waktu itu, aku melihat dia sedang duduk sendirian di salah satu bangku kelas bahasa Jepang kami yang masih sepi. Kepalanya sedikit tertunduk karena membaca sebuah novel. “Uhm.. Namaku Hinata Hyuuga..” Itulah kalimat pertama yang membuat aku tahu betapa lembutnya suara Hinata-ku.

Hinata-ku begitu cantik dengan rambut indigo panjang yang selalu dibiarkan terurai. Irish lavendernya indah. Hidungnya mancung. Bibirnya mungil. Pipinya menggemaskan. “Jika tidak gendut, apa maksudnya ini, hm?” kataku sambil mengembungkan pipi gempilnya membuat dia marah. Tapi, dia sangat lucu ketika marah.

Hinata-ku begitu cantik ketika dia sedang memilih rangkaian bunga untuk mengunjungi makam Hikari Kaa-chan. Dia menyukai semua jenis bunga yang ada di toko bunga milik temannya, Ino. Tapi, bunga yang paling dia suka adalah bunga lavender dan bunga matahari. “Gaara-kun..” Aku selalu suka cara dia memanggil namaku. “Belikan aku bibit bunga matahari ini ya?”

Hinata-ku begitu cantik ketika dia sedang tidur dengan earphone yang masih terpasang di kedua telinganya. Sudah beberapa kali dia tertidur di kamarku saat kami sedang mengerjakan tugas kuliah bersama. Bagiku tak masalah, asalkan dia tidak punya sepupu laki-laki pengidap sister-complex seperti Neji. “Nee, Sabaku-san, dimana Hinata-hime sekarang?”. Belum ingin mati. Terpaksa aku menambah dosa dengan berbohong kalau adik sepupunya menginap di rumah Sakura.

Hinata-ku begitu cantik saat dia sedang bercerita tentang adik perempuan kesayangannya, Hanabi. Hanabi yang manis, pintar menggoda, dan selalu menagih ice cream jika kami ketahuan pergi kencan olehnya. Hanabi-lah yang selalu melindungi kami dari introgasi Hiashi Tou-chan jika aku terlambat mengantar dia pulang atau bahkan tidak mengantar pulang sama sekali. “Tou-chan.. Hinata nee-chan semalam sudah menelepon dan memberitahu aku kalau dia tidak pulang karena harus menginap di rumah Tenten nee-chan untuk menyelesaikan tugas kuliah. Tou-chan semalam sudah tidur. Jadi, aku tidak sempat memberitahu.”

Namun, Hinata-ku, aku tidak pernah memiliki keberanian untuk mengatakan secara langsung kalimat pertama di setiap paragraf itu padamu. Hingga ku tutup pintu cintaku yang sekian lama terbuka hanya untukmu. Untuk Hinata-ku. Lelah hati ini melawan logika yang tak lagi sejalan dengan perasaan semenjak orang itu hadir kembali di kehidupanmu. Naruto Uzumaki, cinta pertamamu.

.....

Disclaimer :
NARUTO © Masashi Kishimoto
Tak Mampu Pergi © Sammy Simorangkir
Tak Mampu Pergi © Raira Rin

Pairing : Sabaku No Gaara X Hinata Hyuuga

Rated : T

Genre : Romance, Songfic

.....

“Hinata-hime..” panggil laki-laki bermata shappire itu membuat aku dan kamu langsung menoleh ke arah suaranya.

“Na..Naruto-kun?” nada bicaramu jelas menggambarkan ketidakpercayaan dan kebahagiaan bercampur menjadi satu.

“Astaga.. aku sangat merindukanmu, tebayooo..” dia memelukmu begitu erat di depanku. Membuatmu melepas genggaman tangan kita. Dan berikutnya yang bisa aku dengar hanyalah omelan Naruto menanyakan kabar keluargamu. Sepertinya, Naruto mengenal dengan baik setiap anggota keluargamu.

“Nee, Hinata-hime, bagaimana kabar Hiashi Tou-chan? Apa Tou-chan masih suka marah-marah kalau kamu pulang terlambat?”

“Tunggu dulu, bagaimana kabar Neji nii-chan? Apa dia masih pacaran dengan Tenten dan jadi kelinci percobaannya?”

“Aaa.. lalu bagaimana kabar Hanabi-chan? Apa tinggi dan berat badannya sudah bertambah? Dia pasti semakin manis sekarang.”

Hinata-ku, setiap hari aku bisa melihat wajah bahagimu karena aku datang ke rumahmu dengan membawakan bunga matahari kesukaanmu. Karena aku membelikan novel romance favoritmu atau karena aku membiarkanmu menggandeng tanganku di depan banyak orang. Tapi, semua itu bahkan tidak ada satu perempat dari rasa bahagia saat kamu bertemu kembali dengan Naruto setelah sekian lama dia pergi meninggalkan Konoha.

.
.
.

Apakah selama ini cinta yang ada hanyalah semu
Betapa sakitnya hatiku dan dirimu..
Memilih dirinya hingga tak hiraukan cinta kita..

“Hinata-chan, seperti dia yang kembali ke Konoha karenamu, kamu pun kembalilah padanya. Terimakasih. Aku senang bisa bersamamu selama dua tahun ini.”

“Tidak bisa begitu. Bagaimana denganmu? Dengar, aku minta maaf karena aku masih menyukai Naruto-kun. Tapi, aku..”

“Pergilah sebelum aku berubah pikiran dan membawamu pergi ke Sunagakure.”

“Gaara-kun..” Aku masih suka caramu memanggil namaku. “Arigatou..” dan aku balas memelukmu dengan pemikiran ini akan menjadi pelukkan terakhir kita.

Pada akhirnya, Hinata-ku pun pergi. Naruto merubah segalanya seakan selama ini cinta yang ada diantara aku dan kamu hanyalah semu. Hinata-ku, betapa sakitnya hatiku hanya bisa membiarkanmu pergi memilih dirinya hingga tak hiraukan cinta kita.

.
.
.

“Payah! Bagaimana bisa kau berpura-pura rela melepaskan Hinata setelah kau mencintainya dengan tiga perempat nyawamu!”

Hinata-ku, Kiba tidak bisa berhenti memarahiku setelah aku membiarkanmu kembali begitu saja pada Naruto. Dia bahkan berani membuat sumpah tidak akan datang ke acara pernikahanku nanti jika pengantin wanitaku bukanlah putri sulung Hiashi Hyuuga.

“Kau akan melanggar sumpahmu karena harus datang ke pesta pernikahanku dengan Hana Inuzuka..”

“Dasar bodoh..”

“Biar saja bodoh. Aku harus pulang sekarang. Titip salam untuk Hana Inuzuka.”

“Aku juga titip salam untuk Temari Sabaku.”

“Tcih! Dasar bodoh.”

Ketika dia yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hatimu
Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku
Saat ku dengar suaramu.. ku tak mampu pergi..
Ku tak mampu pergi..

Hinata-ku, kenapa kamu yang aku cinta malah mencintai yang lain dan membuat luka begitu dalam di hati? Tapi, sialnya, aku tidak bisa meyakinkan diri untuk benar-benar rela melepasmu. Karena.. saat aku mendengar suaramu. Aku selalu tak mampu pergi lebih dulu.

TAP! TAP! TAP!

Suara langkah kaki ini terdengar jelas memenuhi ruang tamu rumah kami tanpa Hinata-ku yang biasa mengucapkan “Selamat pulang..” jika dia lebih dulu sampai di rumah kami. Temari nee-chan begitu menyukai Hinata-ku hingga membiarkan dia memiliki kendali atas rumah kami. Kankurou nii-chan bahkan memberikan kunci cadangan kamarku padanya.

TAP! TAP! TAP!

Aku mulai bosan mendengar suara langkah kaki sendiri. Biasanya, Hinata-ku akan menceritakan hal-hal sederhana yang dia lihat selama perjalanan dari ruang tamu menuju ruang keluarga. Seperti Sakura yang cemburu melihat Karin menggoda Sasuke atau Tenten yang belum juga berhasil membuat ramen untuk Neji.

TAP! TAP! TAP!

Akhirnya, aku berada tepat di depan lemari es yang terletak di dapur sekaligus ruang makan rumah kami. Aku mengambil sebotol air putih dan menghabiskannya dalam sekali minum. Lalu, mendudukan diri di salah satu kursi makan.

“Gaara-kun..” Ini gila. Aku memejamkan mata dan mendengar suaramu.

“Pergilah suara khayalan Hinata. Kenapa kau memenuhi rumahku?” batinku.

“Gaara-kun..” Ini benar-benar gila. Suara Hinata-ku bertambah jelas seakan dia sedang ada di..

“... depanmu. Aku di sini, Gaara-kun..”

“Hinata-chan, apa yang kamu lakukan di sini?”

Lelah rasanya hati untukku bertahan
Namun aku sungguh sungguh tak mampu..

Hinata-ku, terkadang hatiku merasa begitu lelah mempertahankan teori “Aku baik-baik saja asalkan kamu bahagia meskipun itu dengannya” yang ku pegang sejak hari pertama aku melepasmu untuknya. Ini melelahkan namun aku sungguh tak mampu pergi lebih dulu. Aku tak mampu memutuskan ikatan diantara kita.

Hinata-ku, bisakah aku meminta padamu untuk pergi, ah tidak, tapi benar-benar pergi lebih dulu?

Dia.. yang kau cinta mencintai yang lain
Betapa dalamnya terluka hatimu
Dan bagaimanakah ku harus meyakinkan diriku
Saat ku dengar suaramu.. hatiku bergetar..
Saat ku tatap matamu.. ku tak mampu pergi..

“Nauto-kun tidak bisa menemaniku ke makam Kaa-chan. Bisakah kamu ikut denganku?”

Seharusnya aku menolakmu dan mencoba menghapus beberapa hal yang biasa kita lakukan bersama. “Tentu saja. Aku ganti baju dulu ya. Tunggu di sini.”

“Gaara-kun..”

Aku masih tetap menyukai caramu memanggil namaku. “Iya, Hinata-chan..”

“Hanabi-chan terus menanyakan kabarmu. Bisakah nanti kamu mampir ke rumah sebentar saja?”

Sialan. Aku memang tidak bisa menolakmu. “Iya, aku akan mampir.”

Hinata-ku, walaupun kamu yang aku cinta telah mencintai yang lain dan hatiku telah terluka begitu dalam. Seribu kali berusaha meyakinkan diri untuk segera pergi darimu. Tapi, ntah kenapa, saat ku dengar suaramu atau saat ku tatap matamu. Aku tak akan pernah mampu pergi lebih dulu. Dan mungkin akan ku biarkan terus seperti ini hanya untuk tetap berada di sisimu.

Hinata-ku, aku mencintaimu..

Bolehkah aku meminta satu hal? Suatu hari nanti, kembalilah padaku..

RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4

Tidak ada "RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4" dikarenakan KB tempat saya mengajar l...