Himawari
Ditulis oleh : Nisful Laila (Raira Rin)*
Himawari, begitulah teman-teman memanggilku. Aku
adalah setangkai bunga matahari. Bunga matahari yang tidak akan bisa jauh dari
kotak tanah tempat aku tinggal, air, pupuk, sinar matahari, dan juga manusia pemilikku.
Aku tidak bisa pergi jauh meninggalkan mereka. Aku akan selalu membutuhkan
mereka.
Chouchou, menyenangkan bisa bertemu dengan
seekor kupu-kupu sepertinya. Kupu-kupu indah yang baik hati, menyenangkan dan
tahu banyak hal mengenai dunia ini. Tak seperti kupu-kupu lain yang hanya
menginginkan nektarku, Chouchou rela menghampiriku setiap hari untuk
menceritakan banyak hal tentang pengalaman hidupnya. Dia mengajariku banyak hal
baik. Aku sangat menyukai Chouchou. Aku menyukai Chouchou saat kali pertama
melihatnya. Aku menyukai Chouchou tanpa tahu kupu-kupu yang seperti apa dia.
Aku juga menyukai Chouchou tanpa tahu apa yang dia miliki dalam hidupnya. Aku
pernah mendengar manusia pemilikku bercerita tentang cinta pertama. Kini,
karena Chouchou, aku tahu bagaimana rasanya. Tanpa aku sadari, aku menjadi
penunggu setia terbitnya matahari. Aku benci ketika matahari mulai
menenggelamkan dirinya untuk beristirahat walau hanya sejenak. Ntah, ketika
bersamanya waktu menjadi cepat berlalu.
Hari ini, Chouchou akan bercerita mengenai
perjalanan hidupnya hingga kami dipertemukan di tempat ini. Chouchou pun mulai
bercerita tentang perjalanan hidupnya. Setiap fase dalam hidupnya sungguh
membuat aku kagum. Wujudnya yang ada dihadapanku sekarang ini sangat pantas dia
dapatkan jika mengingat setiap fase yang sudah dia alami. Kupu-kupu indah yang
sekarang sedang bersamaku ini berasal dari sebuah tempat yang cukup jauh dari
tempat aku tinggal. Ntah bumi bagian mana tempat asalnya itu, aku belum pernah
ke sana.
Petualangannya dimulai ketika dia menjadi
sebuah telur yang kecil dan lemah. Seiring dengan berjalannya waktu, telur itu
pun menetas menjadi seekor makhluk baru yang disebut ulat. Saat kupu-kupu harus
melewati masa menjadi ulat kecil, kebanyakkan makhluk akan menjauhinya karena
wujud tubuhnya yang menjijikkan dan bisa menyebabkan gatal jika tersentuh.
“Menjadi ulat adalah bagian paling
merepotkan dan penuh perjuangan. Saat aku menjadi seekor ulat akan ada dua
makhluk yang aku temukan. Pertama makhluk yang menyukai aku dan mau jadi
temanku, kebanyakkan dari mereka sih sesama ulat juga. *hehehe* Kedua makhluk
yang tidak menyukai aku dan pastinya ingin membunuhku. Padahal, aku tidak
melakukan apapun pada mereka. Aku tidak pernah ingin membuat gatal teman-teman
atau manusia yang ada di dekatku. Saat aku menjadi seekor ulat, aku sangat suka
makan daun. Aku juga suka berpetualang ke tempat-tempat baru untuk mendapatkan
daun yang lebih enak.”
“Mmm.. Untung ya kita bertemu saat
kamu sudah menjadi kupu-kupu seperti sekarang? Kalau saja kita bertemu saat
kamu masih seekor ulat bisa-bisa habislah daunku.” Kataku membuat Chouchou
tertawa. Aku sangat suka mendegar suara tawa Chouchou. Aku suka kedua sayapnya
yang berwarna hitam dengan kombinasi beberapa warna putih kecil di
masing-masing sayapnya. Aku juga suka melihat dia saat bicara, saat dia sedang
makan, atau saat dia sedang terbang.
Setelah berjuang hidup dengan wujud ulatnya, Chouchou
masih harus berjuang lagi. Perjuangan yang disebut fase kepompong oleh manusia.
Fase dimana dia harus sendirian didalam gulungan-gulungan benang yang rapuh. Sungguh
perjalanan hidup yang jauh berbeda dengan perjalanan hidupku. Dalam hidupku,
aku terlahir dari sebuah bibit kecil. Manusia pemilikku menyediakan tanah untuk
aku tinggal, air dan pupuk untuk aku makan, dan ada sinar matahari yang setia
membantu aku untuk tetap hidup. Aku juga memiliki banyak teman. Ada Akaibara,
Shirobara, Kiiroibara, Pinku, Sakura, dan yang lain-lain. Aku tidak terbiasa
melakukan apapun sendirian. Aku selalu bergantung pada makhluk lain. Sementara
ulat, begitu berat perjuangannya untuk menjadi indah seperti sekarang yang bisa
aku lihat. Bisakah aku menyukainya saat dia berwujud ulat? Aku rasa tidak
semudah itu. Waktu terus berlalu dan fase kepompong itu pun berakhir. Perlahan
kupu-kupu keluar dari kepompong dan mulai mencoba untuk mengepakkan sayapnya.
Terbang melewati tangkai-tangkai bunga, terbang diatas rerumputan yang hijau,
hingga dia sampai di tempatku ini. Pasti menyenangkan bisa terbang berkeliling
dan melihat isi dunia dari atas sana.
“Chouchou, terkadang aku merasa
iri dengan bunga lain. Coba lihat Akaibara, Shirobara, Kiiroibara, dan Pinku.
Mereka adalah bunga mawar yang cantik dan manusia suka menjadikan mereka
sebagai lambang dari cinta. Lalu, ada bunga melati yang baunya harum hingga
banyak manusia yang menyukainya. Ada juga bunga anggrek, dia sangat indah dan harganya
mahal. Pasti menyenangkan jika menjadi bunga seperti mereka. Apalagi menjadi bunga
sakura dari Jepang, Si Cherry Blossom lambang negara favorit banyak orang.”
“Kamu tidak boleh merasa iri hanya
karena bunga lain memiliki kelebihan yang berbeda darimu. Menjadi mereka tidak
se-menyenangkan yang kamu pikir. Bunga mawar? Iya benar lambang cinta. Ditanam,
dirawat, dipetik, layu, dan mati. Terkadang, aku merasa aneh, kenapa manusia
perempuan sangat senang ketika menerima bunga mawar dari pasangannya? Bunga
melati? Iya memang harum. Jangan bayangkan saat kamu harus diolah untuk
dijadikan minuman teh. Kamu mengerti, Himawari?”
Aku terdiam
setelah mendengar nasihat dari Chouchou, menyentuh. Selama ini, aku tidak pernah
memikirkan itu. Ditanam,
dirawat, dipetik, layu, dan mati. Diolah untuk dijadikan minuman teh.
“Nah, Himawari, mulai besok pagi lakukan perintahku ini. Pikirkan
hal-hal positif mengenai dirimu atau semua hal baik yang kamu miliki di dalam
dirimu agar kamu lebih pandai bersyukur.” kata Chouchou sambil tersenyum
padaku. Setelah itu, dia terbang untuk pulang ke rumahnya. Namun, ada satu
bagian dari perjalanan hidup Chouchou yang tidak dia ceritakan padaku. Hanya
satu bagian.
Beberapa hari kemudian..
“Pinku.. kenapa Chouchou tidak pernah datang ke sini lagi ya?”
tanyaku.
“Tentu saja. Bukankah seharusnya ini sudah lewat dari tujuh hari.” SahutAkaibara.
“Memangnya kenapa kalau sudah lewat dari tujuh hari? Apa kupu-kupu suka
berpindah tempat setelah tujuh hari tinggal?” tanyaku lagi.
“Himawari, saat kamu terlahir sebagai seekor kupu-kupu, sebuah
anugerah besar jika kamu diberi umur panjang sepuluh hari. Tapi, jika kamu
tidak ditakdirkan memiliki anugerah itu, bersyukurlah karena bisa hidup selama
tujuh hari.” Jawab Pinku.
“Kupu-kupu itu memang salah satu ciptaan Tuhan yang indah. Tapi,
sebagai gantinya, Tuhan hanya memberi tujuh sampai sepuluh hari untuk mereka
hidup.” Tambah Akaibara.
Chouchou, terima kasih untuk persahabatan kita.
Terima kasih sudah mau berteman denganku.
*Penulis
adalah mahasiswa dari PGSD FIP UNESA angkatan 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar