Doshiyo?
“Raa..”
(Suara yang selalu aku rindukan itu memanggil sebutan depan namaku)
“Nii-chan?”
Dalam
hitungan detik, aku menghapus begitu saja jarak diantara kami. Ku lingkarkan
kedua tanganku pada tubuhnya seakan aku biasa melakukan itu setiap pagi. Tubuhku
yang lebih kecil dari tubuhnya terasa pas berada dalam pelukkan itu.
(Dia
bertanya dan membalas pelukkanku) “Bagaimana kabarmu, hm?”
“Aku
baik-baik saja. Bagaimana kabarmu?”
“Aku juga
baik-baik saja. Ayo kita bicara..” (Dia mencoba membuyarkan acara pelukkan
kami. Uhm, mungkin dia mulai merasa tak nyaman. Hehe..)
“Kita
sedang bicara dari tadi..” (Aku tak mau melepas pelukkanku. Enak saja dilepas.
Hehe..)
“Baiklah.
Ku dengar Raira-ku ini pacaran dengan laki-laki yang tidak sayang padanya.
Bagaimana menurutmu?”
“Aku
baik-baik saja dengan itu, Nii-chan..”
“Ceritakan..”
“Aku suka
saat dia mengingatkan aku untuk shalat (meski jarang banget). Aku suka saat dia
berusaha membangunkanku di pagi buta untuk shalat tahajud (meski usahanya
kurang). Aku suka saat dia mau mendengarkan omelanku dan mendadak jadi
motivator yang baik. Aku suka saat dia bicara jujur. Aku tidak tahu dia bisa
jadi se-manis itu semua.”
Aku
menceritakan semua tentang kamu selama satu bulan kemarin kepada dia. Aku
senang sekali bisa mengingat itu semua. Mungkin saja kan? Aku akan
membutuhkannya untuk kuberikan pada perempuan yang akan menggantikan aku nanti.
“.....”
(Dia hanya diam menunggu aku menyelesaikan omelanku. Dia selalu tahu kapan
omelanku akan berakhir.)
“Tapi, di
sisi yang lain, dia sering membuat aku kesal. Pandangannya tentang masa laluku selalu
membuat aku ingin berteriak –Kau, kau tidak berhak menghakimi aku seakan aku
pendosa yang Tuhan tak kan pernah memaafkan aku dan kau adalah orang paling
suci di muka bumi ini- dan aku selalu merasa kalau dia ingin membuktikan
sesuatu tentang aku kepada semua orang melalui hubungan kami.”
Dulu, aku
selalu menyembunyikan hal-hal yang tidak aku suka atau hal-hal yang membuat aku
tidak nyaman. Tapi, dengannya, maaf, aku akan katakan semuanya. Kamu jangan
tersinggung.
“.....”
“Dia
sangat menyebalkan. Kadang dia menjadi pria kesayangan yang baik. Kadang juga
dia menjadi pria kesayangan yang berengsek.”
“.....”
“Dia
memiliki banyak waktu untuk pergi ke tempat-tempat yang dia suka dengan teman perempuan
yang berbeda. Tidak peduli siapa mereka dan apa hubungan mereka. Tapi, dia
tidak pernah memiliki waktu untuk datang ke rumah Ibu dan Ayah satu jam dalam
sebulan.”
“.....”
“Aku
berpikir mencintai dia dengan caraku hanya akan membuat hubungan kami berakhir lagi
dan lagi. Karena itu, aku mencoba menjalani hubungan kami dengan caranya. Aku
terus mencoba memahaminya. Namun, semua yang ada dalam logika berkata –Jangan
bodoh! Kau itu sedang dipermainkan. Dia sama sekali tidak sayang padamu- dan
aku tidak mau menggunakan perasaanku untuk melawan logikaku.”
“.....”
“Aku
takut sesuatu yang sangat buruk terulang kembali karena aku berani menggunakan
perasaanku..”
“.....”
“Aku
tidak mengerti dengan semua yang aku rasakan. Doshiyo?”
“.....”
(Ku rasakan dia menghela napas sebelum dia bicara dan aku diam)
“Pertama,
jika kamu merasa tak seimbang untuk dia (atau yang lainnya). Berusahalah
membuat dirimu agar seimbang dengannya. Lakukan shalat sebelum dia sempat
mengingatkan dan mulai-lah belajar bangun pagi buta untuk shalat tahajud.
Jadilah yang baik untuk dia.”
“.....”
“Untuk
semua hal tidak baik yang ada pada dirinya coba kembalikan pada dirimu sendiri
dulu. Saat kamu bertemu dengan pasangan yang tidak baik bisa jadi karena kamu
sendiri juga belum baik. Tapi, jika kamu merasa tidak seperti itu. Maka
pergilah. Dia tidak berhak berbuat “se-mau gue” sama kamu dan kamu berhak kok
mendapatkan yang baik.”
“.....”
“Setiap
orang memiliki masa bodoh-nya masing-masing. Jadi, jangan terlalu dipikirkan. Kamu
memang tidak akan pernah bisa merubah masa lalumu. Tapi, bukan berarti kamu
tidak bisa memiliki masa depan seperti yang kamu mau. Teruslah berusaha menjadi
yang lebih baik. Kamu mengerti, hm?”
“Arigatou..”
Aku
melepas pelukkanku dan membiarkannya pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar