Tugas
Pendidikan Kewarganegaraan
“Konstitusi”
Dosen
Pengampu : Ivo Haridito
Disusun
Oleh :
Nisful
Laila
Rizki
Setyowiyanti
Fiana
Puspa Nursenda
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
2015
Pengertian Konstitusi
Menurut Jimly
Assiddiqie :
Jimly
Assiddiqie mengatakan bahwa konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan
pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Konstitusi
Dalam Arti Luas : aturan-aturan dasar
yang sifatnya tertulis (undang-undang dasar) dan aturan-aturan dasar yang
sifatnya tidak tertulis (konvensi).
Konstitusi
Dalam Arti Sempit : aturan-aturan
dasar yang sifatnya tertulis (undang-undang dasar).
Berikut penjelasan para ahli
mengenai pengertian konstitusi :
1.
Richard S. Kay
Konstitusi ialah pelaksanaan dari aturan-aturan hukum atau rule of
law dalam hubungan antara masyarakat dengan pemerintahan.
Konstitualisme menciptakan situasi yang bisa memupuk rasa aman karena adanya
batasan pada wewenang pemerintah yang sudah ditetapkan lebih awal.
2.
Cart J. Friedrich
Konstitusi merupakan sekumpulan kegiatan yang dibuat oleh dan tas nama
rakyat, akan tetapi dikenakan beberapa pembatasan dan berharap dapat
menjamin bahwa kekuasaan yang dibutuhkan untuk pemerintahan itu tidak
disalahgunakan oleh orang-orang yang memperoleh tugas untuk memerintah.
3.
Cf. Strong
Konstitusi ialah sekumpulan asas yang mengatur, menetapkan pemerintah
dan kekuasaannya, hak-hak yang diperintah, dan juga hubungan antara pemerintah
dengan yang diperintah.
4.
Chairul Anwar
Konstitusi merupakan fundamental laws mengenai pemerintahan dalam
suatu negara dengan nilai-nilai fundamentalnya.
5.
Sri Soemantri
Konstitusi merupakan naskah yang berisikan suatu bangunan negara dan
sendi-sendi dari sistem pemerintahan.
6.
E. C. S. Wade
Konstutusi yaitu sebuah naskah yang menjelaskan rangka dan tugas pokok
dari suatu badan pemerintahan di suatu negara juga menentukan cara kerja dari
badan pemerintahan tersebut.
7.
Lord James Brice
Konstitusi ialah kerangka masyarakat dalam dunia politik yang diatur
oleh hukum, dimana hukum menetapkan secara tetap terhadap berbagai
lembaga yang memiliki fungsi dan hak yang diakui.
8.
L. J. Van Apeldoorn
Beliau menyatakan bahwa konsitusi merupakan sesuatu yang memuat
peraturan tertulis dan tidak tertulis.
9.
Miriam Budiarjo
Konstitusi merupakan piagam yang menyatakan tentang cita-cita suatu
bangsadan dasar organisasi suatu bangsa.Didalamnya berisi berbagai peraturan
pokok dan utama yang berhubungan dengan pembagian kekuasaan, cita-cita negara,
ideologi negara, undang-undang, kedaulatan masalah politi, ekonomi dan lain
sebagainya.
10. A. A. H.
Struijcken
Konstitusi itu sama dengan UUD, hanya memuat garis-garis besar dan asas
tentang organisasi kenegaraan.
11. Herman
Heller
Membagi konstitusi kedalam tiga pengertian, yaitu:
o
Konstitusi yang tertulis dalam sebuah naskah merupakan
undang-undang yang paling tinggi dan berlaku dalam suatu negara.
o
Konstitusi ialah satu kesatuan kaidah hidup dalam
suatu masyarakat, dimana konstitusi mengandung pengertian yuridis.
o
Konstitusi merupakan cermin kehidupan politik sebagai
realita dalam suatu masyarakat.Dalam hal ini konstitusi mengandung arti
sosiologis dan politis.
12. K. C. Wheare
Mengemukakan bahwa konstitusi ialah seluruh sistem ketatanegaraan yang
berupa kumpulan peraturan yang mengatur, membentuk ataupun memerintah dalam
suatu negara.
13. F. Lassalle
Ada dua pengertian yang dikemukakan oleh beliau, yakni :
o
Pengertian secara yuridis konstitusi merupakan naskah
yang berisikan segala bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan dalam suatu
negara.
o
Secara sosiologis dan politis, konstitusi merupakan sinthese faktor-faktor
dari kekuatan yang realita dalam suatu masyarakat. Konstitusi disini
menjelaskan tentang hubungan antara kekuasaan yang ada di suatu negara seprti
kabinet, parlemen, raja, parpol, dls.
14. Ni'matul Huda
Konstitusi terdiri dari konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Adapun
batas-batasannya yaitu :
o
Gambaran dari lembaga-lembaga negara
o
Gambaran yang manyangkut HAM
o
Sekumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan
kepada penguasa
o
Dokumen mengenai pembagian tugas sekaligus petugasnya
dari suatu sistem politik dalam suatu negara
15. James Bryce
Konstitusi merupakan keranga negara yang dikoordinir oleh hukum. Yang
mana hukum menetapkan :
o
Fungsi dari segala alat kelengkapan
o
Hak-hak yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
o
Pengaturan tentang pendirian berbagai lembagayang
permanen.
o
16. Koernimanto Soetopawiro
Konstitusi ialah menetapkan secara bersama-sama. Yang diambil dari
bahasa latin cisme yang artinya bersama, dan statute artinya
membuat sesuatu gar bisa berdiri.
17. Prajudi
Atmosudirjo
Konstitusi merupakan hasil dari sejarah atau proses dari perjuangan
bangsa yang bersangkutan, seperti apa sejarah perjuangannya, seperti itulah
konstitusinya.
18. Carl Schmitt
Ada empat pengertian yang ia kemukakan, yaitu :
o
Dalam arti yang absolut : dimana konstitusi sebagai
faktor integrasi, bentuk negara, sistem tertutup dari setiap norma hukum yang
paling tinggi dalam suatu negara, dan sebagai kesatuan organisasi.
o
Relatif : konstutusi sebagai tuntutan untuk golongan
borjuis supaya haknya bissa terjamin dalam negara dan konstitusi dalam arti
yang formil dimana konstitusi bisa berupa tertulis dan materiil yang melihat
konstitusi dari segi isi.
o
Positif : konstitusi sebagai keputusan politik
tertinggi sehingga dapat mengubah tatanan kehidupan dalam negara.
o
Ideal : dimana kosntitusi memuat jaminan atas HAM dan
perlindungannya.
19. Padhmo
Wahjono
Konstitusi merupakan pola kehidupan dalam sebuah organisasi yang disebut
dengan negara.
20. SoverninLohman
Konstitusi
terdiri dari tiga unsur yaitu konstitusi yang dipandang sebagai perwujudan dari
perjanjian masyarakat atau warga negara; konstitusi sebagai piagam yang
merupakan jaminan atas hak-hak manusia dan masyarakat dan juga menentukan
pembatasan antara hak dan kewajiban bagi warga dengan alat-alat pemerintahannya;
konstitusi sebagai kerangka bangunan pemerintahan.
Arti Penting Konstitusi
dalam Kehidupan Bernegara`
Konstitusi merupakan
instrumen yang sangat penting dan yang harus ada dalam suatu negara karena
tanpa adanya konstitusi yang dimiliki oleh suatu negara, maka penguasa akan
dapat melakukan apa saja tanpa batas dalam melakasanakan kekuasaannya di negara
tersebut. Selain itu, dengan adanya konstitusi, konstitusi menjadi pedoman atau
sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Dalam sebuah
konstitusi, tercakup pandangan hidup dan inspirasi bangsa yang memilikinya. A.
Hamid S. Attamimi menyatakan bahwa konstitusi sebagai pemberi pegangan
dan pemberi batas dan sekaligus pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan
negara itu akan dijalankan.
Struycken dalam bukunya berjudul Het Staatsrecht van Het Koninkrijk dre Nederlander menyatakan bahwa undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisi sebagai berikut:
1.
Hasil perjuangan politik bangsa di
waktu yang lampau.
2.
Tingkat tertinggi perkembangan
ketatanegaraan bangsa.
3.
Pandangan tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan baik untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
4.
Suatu keinginan di mana perkembangan
kehidupan ketatane garaan bangsa hendak dipimpin.
Keempat hal
yang termuat dalam konstitusi tersebut menun jukkan arti pentingnya suatu
konstitusi yang menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa. Konstitusi
juga memberikan arah dan pedoman bagi generasi penerus bangsa dalam menjalankan
suatu negara. Konstitusi memiliki kedudukan istimewa dan menjadi sumber hukum
utama. Oleh karena itu, tidak boleh ada satu peraturan perundang-undangan pun
yang bertentangan dengannya.
Konstitusi
sangat diperlukan oleh suatu negara. Oleh karena itu, semua negara yang baru
merdeka akan menyusun konstitusi. Konstitusi merupakan dokumen nasional yang
bersifat mulia dan istimewa dan sekaligus merupakan dokumen hukum dan politik.
Konstitusi berisi kerangka dasar, susunan, fungsi, dan hak lembaga negara,
pemerintahan, hu bungan antara negara dan warganya, serta pengawasan jalannya
pemerintahan.
Nilai-Nilai konstitusi
1. Nilai normatif adalah suatu
konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu
tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku dalam
masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan
konsekuen.
2.
Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut
hukum berlaku, tetapi tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal –
pasal tertentu tidak berlaku atau tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD
itu berlaku bagi seluruh wilayah negara.
Contoh : Konstitusi Amerika Serikat
dalam amandemen ke XIV tentang kewarganegaraan dan perwakilan, tidak berlaku
secara sempurna untuk seluruh Amerika Serikat karena di negara bagian
Mississipi dan Alabama hal tersebut tidak berlaku. Demikian juga konstitusi Uni
Soviet dalam pasal 125 dijamin adanya kemerdekaan berbicara, pers, tetapi dalam
praktik pelaksanaan pasal tersebut banyak tergantung kepada kemauan penguasa.
3.
Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku
hanya untuk kepentingan penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa
menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
Contoh
: UUD 1945 pada masa Orde Lama dan UUD 1945 pada masa Orde Baru.
Sifat-Sifat Konstitusi
1.
Sifat
Flexibel (luwes) dan Rigid (kaku)
Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat bersifat flexsibel dan rigid.
Menurut kusnardi dan Harmaily ibrahim untuk menentukan suatu
konstitusi itu bersifat flexibel atau rigid dapat dipakai ukuran sebagai
berikut :
1 ) Cara Mengubah Konstitusi
setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan pasal tentang perubahan, karena
kemungkinan akan tertinggal dari perkembangan masyarakat. Suatu konstitusi pada
hakekatnya adalah suatu hukum yang merupakan dasar bagi peraturan
perundangan lainnya. konstitusi yang bersifat flexibel ialah dengan
pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan konstitusi,
karena untuk perubahannya tidak memerlukan cara yang istimewa, cukup dilakukan
oleh badan pembuat Undang-Undang biasa. Misal negara yang mempunyai konstitusi
bersifat luwes adalah New Zealand dan Inggris. Sementara yang bersifat rigid
atau kaku seperti Amerika, Kanada, Australia.
Karena tingkatannya yang lebih tinggi, konstitusi yang juga menjadi dasar bagi
peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau perumus
undang-undang dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara perubahan yang
tidak mudah. Dengan prosedur yang tidak mudah pula orang untuk mengubah hukum
dasar negaranya. Kecuali apabila hal itu memang sungguh-sungguh
dibutuhkan karena pertimbangan objektif dan untuk kepentingan seluruh
rakyat, serta bukan untuk sekedar memenuhi keinginan atau kepentingan
segolongan orang yang berkuasa saja. Oleh karena itu biasanya prosedur
perubahan undang-undang dasar diatur sedemikian berat dan rumit
syarat-syaratnya sehingga undang-undang dasar yang bersangkutan menjadi sangat
rigid dan kaku. Konstitusi yang bersifat rigid menetapkan syarat perubahan
dengan cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen bikameral, harus
disetujui lebih dahulu oleh kedua kamar parlemennya. Misal negara yang
mempunyai konstitusi bersifat rigid adalah amerika serikat, australia, kanada
dan swiss.
2.
Tertulis
dan Tidak Tertulis
Membedakan secara prinsipiil antara konstitusi tertulis dan tidak tetulis
adalah tidak tepat, sebuatan konstitusi tidak tertulis adalah tidak tertulis
hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis
dalam suatu naskah atau beberapa naskah. Timbulnya konstitusi tertulis
disebabkan karena pengaruh aliran kodifikasi .Salah satu negara di dunia
yang mempunyai konstitusi tidak tertulis adalah inggris namun prinsip-prinsip
yang ada dikonstitusikan dan dicantumkan dalam undamg-undang biasa seperti bill
of rights.
Dengan demikian, suatu konstitusi tertulis apabila dicantumkan dalam suatu
naskah atau beberapa naskah, sedangkan yang tidak tertulis dalam suatu naskah
tertentu melainkan dalam banyak hal yang diatur dalam konvensi-konvensi
atau undang-undang biasa.
Cara Perubahan Konstitusi
Ada beberapa cara yang
disampaikan para pakar dalam melakukan perubahan konstitusi atau Undang-Undang
Dasar, antara lain :
- C.F. Strong
-
Oleh kekuasaan
legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
-
Oleh rakyat melalui
suatu referendum.
-
Oleh sejumlah negara
bagian (khusus untuk negara serikat).
-
Dengan kebiasaan ketatanegaraan
atau oleh suatu lembaga negara yang khusus dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan.
Keterangan :
-
Oleh kekuasaan
legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi :
Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan :
Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan :
Ø
Pertama, untuk mengubah
konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh
sekurang-kurangnya sejumlah (sepertiga) anggota tertentu
(kuorum) yang ditentukan secara pasti.
Ø
Kedua, untuk mengubah
konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan
kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus
diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah
konstitusi.
Ø Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua
kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus
mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat
seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
-
Oleh rakyat melalui
suatu referendum.
Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum.
Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi
wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu
referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih
dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit
ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul
perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau
ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
-
Oleh sejumlah negara
bagian (khusus untuk negara serikat).
Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh
sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus
dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini
dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian
antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh
negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata
akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat
pula berasal dari negara-negara bagian.
-
Dengan kebiasaan
ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang khusus dibentuk hanya untuk
keperluan perubahan.
Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan
oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat.
Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta
wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari
pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang
kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus
tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta
wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
2. Ismail Sunny
-
Perubahan resmi
-
Penafsiran hakim
-
Kebiasaan
ketatanegaraan atau konvensi
3. K.C Wheare
-
Beberapa kekuatan yang
bersifat primer (somepremari forces)
-
Perubahan secara formal
sesuai yang ada pada UUD itu sendiri (formal amandemen)
-
Penafsiran secara hukum
(yudicial interpretation)
-
Kebiasaan yang terdapat
dalam bidang ketatanegaraan
Undang-Undang Dasar
Yang Pernah Berlaku di Indonesia
1.
UUD
1945 periode 17 Agustus 1945 –
27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945? Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem pemerintahan.
Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai
kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”.
Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah
sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang
lain berada di bawah MPR.
Mengenai sistem
pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang
Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem
presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga
sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas
pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden,
bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perlu kalian ketahui, lembaga
tertinggi dan lembagalembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen)
adalah :
a. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
2.
Konstitusi RIS 1949 (berlaku dari 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Perubahan
bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian
UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat.
Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi
Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka
mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi
Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang
berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah
lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama
berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk
negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan
Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada
masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana
diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan
bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden
adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian,
siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan?
Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah
menterimenteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana
Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem
pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Perlu kalian ketahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah
:
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan
3.
UUDS 1950(berlaku dari 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada tanggal 15
Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang
Undang- Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17
Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949
diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang
Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a.
Presiden
dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan
namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam
rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD)
bersama-sama dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik
Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih
melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November
1956 di Bandung. Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua
setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah
UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan
pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR
serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada
tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran
untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945
tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan
yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan
pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata
jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi
persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Atas dasar hal
tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1.
Menetapkan
pembubaran Konsituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali
sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik
Indonesia.
4.
UUD 1945 (periode 5 Juli 1959 – sekarang)
Praktik
penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19
Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu
tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966),
dan periode OrdeBaru (1966-1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan?Ternyata tidak.Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
Seiring dengan
tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa
Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD
1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu
pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi
lebih lengkap, yaitu : Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami
perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara,
pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat
kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak
asasi manusia.
Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
Sumber :
Suwanda, Made, dkk.2013.Pendidikan Kewarganegaraan
di Perguruan Tinggi. Surabaya: Unesa University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar