Max
Tollenaar atau yang lebih akrab dipanggil Minke menemukan cincin bermata
berlian di laci lemari pakaiannya. Pemberian Robert Suurhof sebagai kado saat
dia dan Annelies Mellema menikah. Terdapat pula surat lama dari Robert Suurhof untuk
Annelies. Namun, Minke tidak mau membacanya. Menurutnya, itu privasi Annelies
karena surat itu diterima oleh Annelies sebelum menikah. Mengabaikan masalah
cincin bermata berlian, Minke memutuskan untuk membaca koran dan memeriksa
surat-surat yang dikirim ke rumahnya. Minke mendapati beberapa surat lagi dari Robert
Suurhof untuk Annelies. Minke merasa kesal lalu pergi menuju kediaman Suurhof untuk
mengembalikan cincin dan surat-surat itu. Dia baru tahu, selama ini Robert
Suurhof masih saja mengirim surat cinta pada Annelies, istrinya. Ditengah
perjalanan, Minke bertemu dengan Victor Roomer. Mereka saling menyapa dan
mengobrol sebentar tentang Robert Suurhof. Kata Victor Roomer, Robert Suurhof sudah
tidak tinggal di rumahnya semenjak kasus pencurian cincin bermata berlian yang
dilakukannya. Cincin berlian yang diberikan pada Annelies. Viktor Roomer memberikan
saran sebaiknya Minke membatalkan niat datang ke rumah Robert Suurhof hanya
untuk membesar-besarkan masalah surat-surat itu pada keluarga Robert Suurhof.
Hal itu hanya akan menambah beban batin keluarga Robert Suurhof yang
kehidupannya sudah susah karena tingkah laku Robert Suurhof sendiri. Minke
melanjutkan perjalanannya dan dia bertemu dengan Willem Vos. Mereka juga
mengobrol sebentar tentang Robert Suurhorf. Tidak jauh berbeda dengan Viktor
Roomer, Willem Vos juga menyarankan agar Minke tidak perlu meributkan masalah
surat-surat itu dengan keluarga Robert Suurhof. Baik Minke maupun Willem Vos sudah
tahu kalau Robert Suurhof hanya ingin mengganggu Minke dan Annelies saja. Minke
melanjutkan perjalannya lagi dan sampailah dia di kediaman Suurhof. Minke
melihat keluarga Suurhof sedang bersantai di sebuah kursi kayu di bawah pohon
mangga di pelataran rumah yang luas itu. Ada Tuan dan Nyonya Suurhof beserta
anak-anaknya sedang mengobrol bersama. Melihat kedatangan Minke, beberapa anak
memberikan jalan dan tempat duduk untuknya. Mereka pun mengobrol. Minke
berusaha mencari informasi mengenai keadaan dan keberadaan Robert Suurhof melalui
obrolan santai tersebut. Tapi, Tuan dan Nyonya Suurhof tidak mau banyak bicara
mengenai Robert Suurhof seolah berusaha menutupi keadaan dan keberadaan anaknya
itu. Setelah mengobrol cukup lama, Minke mengatakan tujuannya datang
berkunjung. Minke ingin mengembalikkan cincin bermata berlian pemberian Robert Suurhof
untuk Annelies. Namun, ditolak oleh Tuan Suurhof dengan alasan Robert Suurhof tidak
mungkin memiliki dan menghadiahkan cincin berlian semahal itu pada Annelies.
Setelah Tuan Suurhof melakukan penolakan tersebut. Minke mengambil tindakan
menyerahkan cincin dan melaporkan Robert Suurhof ke Sekaut. Dia juga meminta
pada Sekaut untuk segera melacak dan menemukan keberadaan Robert Suurhof. Minke
memang merasa iba pada keluarga Suurhof. Akan tetapi, mau tidak mau mereka
harus mau melihat dan menerima akibat dari perbuatan anak pertamanya itu.
Sementara itu, Annelies sedang di
perjalanan menuju Nederland. Minke dan Nyai Ontosoroh alias Mama Annelies
mengirim Robert Jan Dapperste alias Panji Darman untuk mengawasi Annelies
selama diperjalanan. Panji Darman selalu mengirim surat kepada Minke dan Nyai
Ontosoroh untuk memberitahukan keadaan Annelies. Surat pertama, saat
Annelies menuju ke Betawi. Annelies dikawal oleh Maresose dan wanita Eropa.
Setelah melakukan perjalan dengan kereta, Annelies berganti naik kapal untuk
melanjutkan perjalanan berikutnya. Surat kedua, tepatnya delapan hari
setelah surat pertama. Annelies telah sampai di pelabuhan Singapura. Seorang
jururawat wanita nampak selalu menemani Annelies yang semakin hari semakin pucat.
Panji Darman mencoba memberitahu Annelies akan keberadaannya. Akan tetapi,
Annelies masih belum bisa menyadari kode yang diberikan oleh Panji Darman. Lama-kelamaan,
si jururawat itu menyadari kalau Panji Darman selalu mengawasi Annelies.
Jururawat itu pun mengirim surat panggilan kepada Panji Darman yang isinya
diminta untuk menemui jururawat tersebut. Jururawat hendak meminta bantuan pada
Panji Darman untuk membantu merawat Annelies. Panji Darman pun mengiyakan. Surat
ketiga, menceritakan tentang keadaan Annelies yang semakin memburuk.
Annelies tidak pernah dibawa ke klinik kesehatan kapal karena dokter secara
langsung datang ke kabinnya. Sedangkan, Panji Darman hanya bisa merawat dan
mendoakan kesembuhan Annelies. Surat keempat, Panji Darman dan Annelies
telah sampai di Nederland. Annelies dijemput oleh wanita bernama Mevrouw Amelia
Mellema – Hammers dan dikawal oleh Maresose, jururawat, dan polisi. Panji
Darman terus mengikuti Annelies hingga mendapat teguran dari jururawat agar
tidak mengurus masalah Annelies lagi. Katanya, Annelies akan dibawa ke Huizen.
Namun, Panji Darman tetap memohon izin untuk terus merawat Annelies. Surat
kelima, berisi tentang keadaan Annelies selama di Huizen. Mevrouw Amelia
Mellema – Hammers tidak pernah lagi datang ke Huizen hanya sekedar untuk
menengok Annelies. Keadaan Annelies semakin memburuk. Untungnya, Panji Darman
bisa merawat Annelies setiap hari. Tidak lama setelah surat itu dikirim, Panji
Darman mengirim tilgram mengucapkan ikut berduka-cita atas meninggalnya
Annelies. Surat keenam sekaligus surat terakhir, Panji Darman menuliskan
bahwa tugas mengawal Annelies telah selesai. Panji Darman berniat untuk kembali
ke Hindia.
Kehidupan Minke terus berjalan tanpa
Annelies. Minke mencoba menyibukkan diri dengan kegiatan lamanya. Membaca
koran, membaca majalah, membaca buku dan surat, serta menulis catatan dan
karangan mengenai Eropa. Minke sangat mengagumi Eropa sehingga catatan dan
karangan miliknya ditulis dalam Belanda bukan Melayu. Membuat Nyai Ontosoroh
kurang setuju. Membuat pertengakaran kecil antara Minke dan sahabatnya, Jean
Marais. Minke tidak ingin banyak berdebat dengan dua orang terpentingnya itu.
Dia memutuskan menerima tawaran dari Marteen Nijman untuk menulis dalam Inggris
tentang orang China. Tulisan berdasarkan hasil interview dengan seorang bernama
Khouwh Ah Soe. Namun, ternyata, semua tulisan Minke dirubah dan membuat Khouwh
Ah Soe dalam masalah.
Beberapa hari kemudian, Khouwh Ah
Soe datang berkunjung ke rumah Minke. Mereka bertiga, Khouwh Ah Soe, Nyai
Ontosoroh, dan Minke mengobrol bersama tentang surat kabar yang membuat Khouwh
Ah Soe dalam kesulitan. Nyai Ontosoroh menjelaskan bahwa karangan yang dimuat
di surat kabar itu bukanlah tulisan Minke. Lalu, Nyai Ontosoroh meminta Khouwh
Ah Soe untuk tinggal di rumah Darsam demi keamanannya. Lagipula, Khouwh Ah Soe
sedang kesulitan mencari tempat tinggal. Sementara itu, Marteen Nijman terus
mengirim surat permintaan maaf pada Minke. Tapi, Minke selalu mengabaikan
surat-surat itu. Akhirnya, Marteen Nijman memutuskan untuk secara langsung
menemui Minke. Mereka mengobrol sebentar. Marteen Nijman baru pulang setelah
Minke mengiyakan untuk datang ke kantor redaksi dengan membawa catatan dan
karangan terbaru miliknya.
Pada hari berikutnya, Nyai Ontosoroh memberikan
surat-surat yang beliau terima pada Minke untuk dibacakan. Surat pertama,
datang dari Robert Mellema, kakak laki-laki Annelies. Surat yang tidak terdapat
tempat dan tanggal itu berisi kalimat-kalimat permintaan maaf Robert Mellema
pada sang Mama atas semua kesalahannya. Robert Mellema juga menceritakan
tentang pekerjaannya yaitu berlayar dari Manila ke Hongkong. Selama berlayar,
Robert Mellema hanya menjadi pekerja kasar seperti membersihkan kamar mandi
kapal. Di Hongkong, pekerjaan Robert Mellema juga tidak lebih baik yaitu
menjadi tukang kebun di rumah seorang perwira Inggris. Penyakit yang diderita
Robert Mellema membuat dia dipecat oleh perwira Inggris itu. Lalu, Robert Mellema
bertemu dengan seorang shinse yang mau mengobati penyakitnya. Sayangnya,
penyakit Robert Mellema tidak ada obatnya sehingga dia divonis mati dua tahun
lagi. Mama Annelies berdiri dan pergi setelah mendengar kalimat-kalimat dalam
surat Robert Mellema itu. Sedangkan, Minke melanjutkan membaca surat-surat yang
lain. Surat Kedua, dari Robert Mellema untuk Annelies. Robert Mellema
juga meminta maaf pada Annelies karena sudah meninggalkan dia dan Mama mereka
untuk mewujudkan cita-citanya yaitu menjadi pelaut. Dia mencurahkan
suka-dukanya selama bekerja menjadi pelaut. Dia mendoakan semoga pernikahan dan
rumah tangga Annelies dan Minke selalu baik-baik saja. Sepertinya, kakak
laki-laki Annelies itu belum mengetahui tentang kematian Annelies. Tidak mau
teringat dan bersedih akan Annelies. Minke tidak melanjutkan membaca surat
kedua dari Robert Mellema tersebut. Dia meneruskan acara membacanya pada surat
ketiga dari Panji Darman untuknya. Surat Ketiga, Panji Darman
mengabarkan bahwa dia bertemu dengan Robert Suurhof di pelabuhan Amsterdam.
Melihat Robert Suurhof sedang mendorong sebuah gerobak berisi barang-barang
sepertinya Robert Suurhof bekerja menjadi seorang kuli kasar di pelabuhan
tersebut. Malu bertemu dengan Panji Darman, Robert Suurhof berusaha kabur
darinya. Namun, Panji Darman tetap berusaha mengejarnya hingga Robert Suurhof tidak
bisa lagi berpura-pura tidak melihatnya. Robert Suurhof mengalihkan topik
pembicaraan dengan cara memberikan alamat rumahnya. Keesokkan harinya, Panji Darman
mencari alamat yang diberikan oleh Robert Suurhof. Pikirnya, alamat itu
hanyalah kebohongan Robert Suurhof untuk melarikan diri karena Panji Darman tidak bisa menemukannya. Hari
berikutnya, Panji Darman mencari di pelabuhan lagi. Bertanya pada orang-orang
yang bekerja di pelabuhan sama seperti Robert Suurhof. Tapi, tidak ada satupun orang
yang mengetahui nama Robert Suurhof karena selama bekerja di sana Robert Suurhof
sepertinya menggunakan nama lain. Panji Darman berinisiatif menanyakan pada
pihak polisi pelabuhan. Kata polisi, seorang Suurhof memang telah ditangkap
atas kasus penganiayaan dan perampokkan di Surabaya dan sudah dikirim ke
Surabaya. Dan seterusnya Minke membaca surat-surat lain yang tersisa.
Sebelum berangkat ke Betawi, Minke
pergi menemui Jean Marais untuk melihat lukisan Annelies yang sudah lama dia
pesan. Di rumah Jean Marais, Minke bertemu dengan Kommer. Jean Marais meminta
pada Kommer agar dia mau menasehati Minke supaya Minke menulis dalam Melayu
atau Jawa untuk bangsanya sendiri. Orang peranakan Eropa bernama Kommer itu
mengatakan, “Peduli amat orang Eropa mau baca Melayu atau tidak. Coba, siapa
yang mau mengajak Pribumi bicara kalau bukan peangarang-pengarangnya sendiri
seperti Tuan?” dan masih banyak lagi ucapan-ucapan Kommer yang akhirnya mampu
membuat Minke mulai memikirkan untuk menulis dalam Melayu. Kommer mengajak
Minke untuk berburu macan kumbang di Sidoarjo dengan tujuan supaya Minke lebih
mengenal tentang bangsanya sendiri bukan hanya mengenal bangsa Eropa yang
selalu dia kagumi. Tapi, sebelumnya, dia sudah berjanji pada Nyai Ontosoroh
untuk ikut berlibur ke Sidoarjo. Akhirnya, Minke, Nyai Ontosoroh, dan Kommer
pergi ke Sidoarjo menggunakan kereta. Minke dan Nyai Ontosoroh akan berlibur.
Sedangkan, Kommer akan berburu macan kumbang. Diperjalanan, Minke melihat
beberapa orang Pribumi sedang melakukan kerja rodi. Mereka adalah para petani
miskin yang tidak memiliki tanah sendiri untuk digarap demi membayar pajak.
Oleh karena itu, mereka dipaksa untuk melakukan kerja rodi sebagai ganti. Melihat
para pekerja rodi itu, Minke merasa nasihat dari Nyai Ontosoroh, Jean Marais,
dan Kommer ada benarnya juga. Selama ini, dia terlalu kagum pada bangsa lain.
Minke pun mulai membuat catatan lagi saat dia sampai di Sidoarjo.
Catatan pertama catatan tentang
Surati. Anak perempuan dari Djumilah dan Paiman alias Sastrowongso alias Sastro
Kassier yaitu kakak laki-laki Nyai Ontosoroh yang dinikahkan dengan Tuan Frits
Homerus Vlekkenbaaij alias Plikemboh, administratur Sidoarjo. Sebagai
administratur, Plikemboh tidak perlu bekerja secara fisik. Hanya memerintah
bawahannya saja. Pekerjaannya hanya minum, mabuk-mabukkan, berburu burung,
mengobrak-abrik rumah Pribumi, dan mengganggu wanita. Pekerjaan terakhir
Plikemboh itulah yang membuat Surati harus terpaksa menikah dengan laki-laki
asal Eropa berbadan bulat dengan perut buncit itu. Kepalanya botak. Pipinya
bulat dan kendor menggantung. Matanya selalu terlihat mengantuk seperti
pemalas. Untuk menikah dengan Surati tentu Plikemboh harus menggunakan cara licik
yaitu menjebak Sastro Kassier. Plikemboh mengambil uang untuk gaji para pekerja
di pabrik dari brankas Sastro Kassier. Sehingga, Sastro Kassier pasti akan
terpaksa meminjam uang padanya karena hanya dia yang bisa memberikan pinjaman
uang sebanyak itu. Plikemboh mengetahui kalau Surati adalah anak yang patuh pada
perintah orang tuanya. Jadi, Plikemboh mau meminjamkan uang dengan syarat
Sastro Kassier harus mau menyerahkan Surati padanya. Sastro Kassier tidak mau
dipecat dari pekerjaanya dan tidak mau menelantarkan seluruh pekerja di pabrik
menyetujui persyaratan tersebut, menyerahkan Surati. Meskipun istrinya,
Djumilah, tidak setuju dengannya karena sama saja seperti menjual putri mereka
sendiri. Sebagai seorang Ibu, Djumilah tidak mau Surati mendapatkan nasib sama
seperti adik perempuan suaminya, Nyai Ontosoroh. Dipaksa menikah dengan seorang
Eropa. Namun, Djumilah tidak dapat berbuat apa-apa ketika Surati bersedia
membantu ayahnya. Berangkatlah Surati ke tempat Plikemboh. Akan tetapi, sebelum
dia benar-benar sampai di tempat Plikemboh, Surati sengaja membuat dirinya
terkena penyakit berbahaya yang sedang mewabah di Sidoarjo waktu itu. Surati
mendatangi Plikemboh setelah memastikan dirinya sudah terkena penyakit
berbahaya itu. Surati memang berniat menularkan penyakit itu pada Plikemboh
agar Plikemboh jatuh sakit dan meninggal. Rencana Surati pun berjalan dengan
lancar. Plikemboh meninggal karena tidak bisa selamat dari penyakit yang
ditularkan oleh Surati padanya. Sementara itu, Surati masih bisa bertahan hidup
untuk menyaksikan banyak pasang mata wanita Sidoarjo yang seharusnya
berterimakasih atas pengorbanannya.
Catatan kedua catatan tentang
Trunodongso. Seorang petani di Tulangan – Sidoarjo yang tidak mau menyewakan
ladangnya pada pabrik milik Eropa. Trunodongso memiliki satu istri, dua anak
perempuan, dan tiga anak laki-laki. Anak-anak perempuan biasa membantu Ibu
memasak. Sedangkan, anak-anak laki-laki membantu bekerja di ladang. Trunodongso
tidak mau menyewakan ladang karena ladang tersebut merupakan penghidupan
keluarganya. Lagipula, uang sewa yang diberikan selalu tidak sesuai dengan
perjanjian. Bukan hanya Trunodongso yang diperlakukan demikian. Seluruh petani
seperti Trunodongso juga mengalami nasib yang sama. Minke berusaha membantu
meringankan penderitaan Trunodongso dan keluarganya melalui catatan yang
nantinya akan dibaca oleh orang-orang besar. Minke bahkan sampai menginap di
rumah Trunodongso untuk mengumpulkan bahan tulisan yang dibutuhkan. Dari
keluarga Trunodongso pula Minke belajar mengenal bangsanya sendiri.
Minke menyelesaikan catatan tentang
Surati dan Trunodongso untuk diberikan kepada Marteen Nijman. Namun, saat Minke
menunjukkan catatan tentang Trunodongso yang dianggapnya sudah sempurna, Nijman
malah menolak untuk menerbitkan di surat kabar. Alasannya, catatan Minke tidak
memiliki bukti-bukti kebenaran yang kuat. Trunodongso bisa saja berbohong dan
kebohongan itu bisa membahayakan Minke. Nijman menjelaskan bahwa upah atau gaji
Trunodongso sebagai seorang petani tebu bisa lebih besar daripada uang sewa
ladangnya. Lagipula, Trunodongso tidak akan mendapatkan kerugian apabila
menyewakan ladangnya. Jadi, sangat kecil kemungkinan bahwa tulisan Minke bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Minke merasa mendapat tuduhan lebih memihak Pribumi daripada Eropa
karena catatan tersebut. Minke pun memutuskan untuk berhenti menulis. Dirobek-robeknya,
catatan tentang Trunodongso. Sedangkan, catatan tentang Surati, Minke berikan
kepada Kommer untuk diperbaiki kebenarannya.
Minke dan Nyai Ontosoroh mendapatkan
surat dari Khouwh Ah Soe yang dititipkan pada Darsam sebelum dia meninggal. Isi
surat Khouwh Ah Soe untuk Nyai Ontosoroh : Selama Nyai Ontosoroh pergi ke
Sidoarjo, Darsam tetap memperlakukan Khouwh Ah Soe dengan baik. Khouwh Ah Soe
juga mengucapkan terimakasih karena Nyai Ontosoroh mau membantunya saat dalam
kesulitan. Sedangkan, isi surat Khouwh Ah Soe untuk Minke : Khouwh Ah Soe
meminta tolong pada Minke untuk mengantarkan sebuah surat pada teman Khouwh Ah
Soe yang tinggal di Betawi. Namun, Khouwh Ah Soe tidak tahu alamat tempat
tinggal temannya itu. sehingga Minke harus mencari alamat itu pada seorang
bernama Dulrakim yang tinggal di Kedungrukem.
Setelah
membaca surat dari Khouwh Ah Soe, Nyai Ontosoroh mempersilahkan Darsam untuk
menyampaikan laporan mengenai pabrik selama Nyai Ontosoroh dan Minke pergi ke
Sidoarjo. Laporan Darsam : Dalmeyer datang, setelah Nyai Ontosoroh berangkat ke
Sidoarjo. Sekitar jam empat sore Dalmeyer minta diantar oleh Darsam memeriksa
sapi. Di kandang sapi, dia bertemu Minem. Darsam pun meninggalkan mereka. Minem
adalah salah satu pekerja wanita di pabrik Nyai Ontosoroh. Cantik dan genit,
begitulah gambaran Minem. Dulu, dia selalu membujuk Annelies agar Annelies
menjadikannya mandor. Kini, setelah Annelies tidak ada, giliran Darsam yang
dirayu-rayu olehnya. Keesokkan harinya, Minem pergi ke rumah Darsam. Minem
memiliki seorang anak laki-laki. Minem mengaku pada Darsam kalau anak laki-laki
itu merupakan cucu Nyai Ontosoroh. Itu berarti Robert Mellema, kakak laki-laki
Annelies adalah ayah dari anak laki-laki Minem. Namun, Darsam tidak mau percaya
begitu saja mengingat sifat dan kelakuan si genit Minem. Darsam menuduh kalau
anak laki-laki itu bisa saja anak Minem dengan Babah Kong, tamu laki-laki yang
sering berkunjung ke rumah Minem. Minem membantah. Katanya, dia baru mengenal
Babah Kong. Hingga suatu hari, Darsam mendapati Minem pulang sebelum jam pulang
kerja. Darsam mendatangi rumah Minem. Baru sampai di dekat rumah Minem. Darsam melihat
Babah Kong sedang berkunjung. Alasan Minem pulang sebelum jam pulang kerja.
Darsam segera menghampiri Minem. Mendengar suara Darsam dari luar rumah, Babah
Kong segera pergi dari rumah Minem lewat pintu belakang. Namun, Darsam melihat
kejadian itu. Darsam pun segera mengejar Babah Kong. Akhirnya, perkelahian
antara mereka pun terjadi. Sayangnya, Babah Kong berhasil mengalahkan Darsam.
Babah Kong menembak tangan Darsam. Akan tetapi, bukannya membunuh Darsam. Babah
Kong malah mengobati luka Darsam. Babah Kong menyuruh Darsam pergi ke rumah
sakit dan merahasiakan peristiwa perkelahian tersebut. Darsam pergi ke rumah
sakit diantar oleh oleh Istrinya dan Marjuki. Tidak lama kemudian, datang
polisi dan membawa ketiga orang itu ke kantor polisi. Darsam, istri Darsam, dan
Marjuki diperiksa. Mereka diancam akan ditahan di kantor polisi apabila tidak
mau mengaku tentang kebenaran luka tembak di tangan Darsam. Akhirnya, Darsam
pun mengaku. Mereka dibebaskan dan polisi tentu mengincar Babah Kong. Begitulah
akhir dari laporan Darsam. Minke memperhatikan Nyai Ontosoroh dalam diam. Ada
banyak masalah yang harus diselesaikan oleh Ibu mertuanya itu. Pertama,
kenyataan bahwa pabrik yang didirikan oleh suaminya, Tuan Herman Mellema, dan
diperjuangkannya selama bertahun-tahun ternyata merupakan pabrik hasil
pemerasan dari petani-petani miskin. Kedua, berita tentang Minem yang memiliki
anak dari anak laki-lakinya, Robert Mellema. Ketiga, sidang pengadilan yang
akan terjadi saat Babah Kong telah ditangkap oleh polisi nanti. Namun, masalah
yang paling mengganggu pikiran Nyai Ontosoroh adalah masalah pertama dan Nyai
Ontosoroh memutuskan untuk membangun sekolah bagi anak-anak para petani miskin.
Setidaknya, rencana yang pasti akan dikerjakannya itu dapat dikatakan bisa mengembalikan
uang yang pernah dimanfaatkan oleh Tuan Herman Mellema untuk kepentingan
pabrik.
Masalah
demi masalah terus berdatangan pada Nyai Ontosoroh dan Minke. Seolah tidak mau
membiarkan Nyai Ontosoroh dan menantunya itu bisa bernapas dengan tenang.
Membuat Minke ragu meninggalkan Ibu keduanya ke Betawi untuk melanjutkan
pendidikan. Belum juga tuntas tiga permasalahan sebelumnya. Kini di surat kabar
diberitakan tentang pemberontakan para petani di Sidoarjo yang dipimpin oleh
Kyai Sukri. Beliau telah ditangkap dan dihukum delapan puluh kali pukulan di
depan pegawai, mandor, dan kuli pabrik gula sebelum dibawa ke pengadilan.
Namun, beliau meninggal setelah menerima pukulan ke tujuh puluh. Pikir Nyai
Ontosoroh, pemberontakkan itu secara tidak langsung ada hubungannya dengan
catatan dan janji Minke pada Trunodongso dan Trunodongso pasti ikut terlibat
dalam pemberontakkan tersebut. Meskipun, catatan itu telah dilenyapkan oleh
Minke. Tapi, Nyai Ontosoroh memiliki firasat kalau Minke tetap akan berada
dalam masalah setelah ini. Untuk itu, Nyai Ontosoroh tetap menyuruh Minke
berangkat ke Betawi. Lagipula, dia juga memiliki amanat dari Khouwh Ah Soe
untuk menemui teman Khouwh Ah Soe di Betawi. Lalu, datanglah orang yang tengah
menjadi bahan pembicaraan Nyai Ontosoroh dan Minke yaitu Trunodongso.
Pakaiannya tampak berantakkan seperti pengemis. Dia hanya mengenakan sarung
sebagai pakaian. Badannya demam dan terdapat luka sepanjang lima belas
sentimeter di punggung sebelah kiri. Trunodongso meninggalkan istri dan
anak-anaknya tidak jauh dari daerah rumah Minke. Dia hendak meminta
perlindungan pada Nyai Ontosoroh dan Minke untuk keluarganya. Tiba-tiba, datang
Panji Darman. Rupa-rupanya, dia baru pulang dari Nederland. Minke segera
menemui Panji Darman sebelum dia mengetahui keberadaan Trunodongso. Minke
menyuruh Panji Darman untuk pulang dan kembali berkunjung saat malam saja.
Setelah itu, Nyai Ontosoroh menyuruh Minke untuk memanggil dokter Martinet lalu
menjemput keluarga Trunodongso. Minke pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh
Trunodongso. Tempat penyeberangan rakit tambangan di tepi Brantas. Sesampainya
Minke di sana, dia tidak menemukan istri dan anak-anak Trunodongso. Hanya ada
seorang tukang penyeberang rakit yang ketakutan karena melihat kedatangan Minke
dengan pakaian serba Eropa. Minke memanggil tukang penyeberang rakit dan
menanyakan tentang keluarga Trunodongso. Tukang penyeberang rakit itu berbohong
berusaha melindungi keluarga Trunodongso. Terpaksa Minke harus berpura-pura
sebagai orang Eropa sungguhan dan menyuruh tukang penyeberang rakit untuk
membawanya ke rumah tukang penyeberang rakit itu. Minke memiliki firasat kalau
tukang penyeberang rakit telah menyembunyikan keluarga Trunodongso di rumahnya.
Sesampainya Minke di rumah tukang penyeberang rakit. Dia mendapati si Piah,
anak perempuan Trunodongso sedang memasak bersama dua adiknya. Sedangkan, istri
Trunodongso dan dua anak laki-lakinya sedang tidur. Istri Trunodongso bangun
ketika mendengar suara Minke. Melihat keadaan keluarga Trunodongso yang tampak
kelelahan dengan luka bengkak di kaki mereka. Minke menyuruh mereka untuk makan
terlebih dahulu sebelum berangkat ke rumahnya. Selesai makan, Minke meyuruh dua
anak laki-laki Trunodongso untuk memanggil Ibu dan tiga saudaranya. Lama Minke
menunggu keluarga Trunodongso yang tak kunjung keluar dari rumah tukang
penyeberang rakit. Nampaknya mereka masih ragu untuk ikut dengan Minke. Lalu,
Minke berpura-pura akan berangkat sendirian dan meninggalkan mereka di rumah
penyeberang rakit jika memang mereka tidak mau ikut menemui Trunodongso yang
sedang sakit di rumahnya. Lima puluh meter kemudian, Minke mendengar suara Piah
memanggil-manggil namanya dari kejauhan sambil berlari mengejar. Piah
mengatakan bahwa mereka akan ikut. Minke pun menunggu di andong. Lama kemudian,
keluarga Trunodongso sampai di tempat Minke menunggu. Minke membantu mereka
naik ke andong satu persatu. Minke memanggil tukang penyeberang rakit dan
memberikan uang sebagai ganti karena sudah mau menolong keluarga Trunodongso.
Selama di perjalanan, anak-anak Trunodongso tidak berani melihat ke arah Minke.
Tentu saja mereka takut akan penampilan Minke yang serba Eropa. Dua bulan,
hanya dalam kurun waktu dua bulan, keluarga Trunodongso tidak lagi mengenal dan
mempercayai Minke. Akhirnya, sampai juga mereka di rumah Minke. Mereka langsung
dibawa ke gudang oleh Minke. Disanalah mereka akan tinggal untuk sementara
waktu. Dokter Martinet pergi tanpa makan malam bersama setelah selesai
mengobati luka Trunodongso. Malam harinya, Panji Darman datang lagi ke rumah
Minke. Dia ingin menyampaikan beberapa hal yang tidak sempat disampaikan lewat
surat. Ketika Annelies meninggal, Panji Darman tidak mengetahui kepercayaan
atau agama yang dianut Annelies. Sehingga, dia menguburkan Annelies secara
islam. Lalu, saat Panji Darman berada di Amsterdam. Dia membaca sebuah berita
tentang adanya persiapan penerbitan majalah Melayu bernama Pewarta Wolanda. Di
sana, saat Panji Darman pergi ke kantor penerbitan untuk menanyakan beberapa
hal mengenai penerbitan majalah Melayu itu. Panji Darman bertemu dengan
Juffrouw Magda Peters. Berikutnya, Panji Darman meminta izin untuk menulis dan
menerbitkan karya tulis yang berisi tentang pengalaman Nyai Ontosoroh,
Annelies, dan Minke di penerbit majalah Melayu tersebut. Selesai menyampaikan
laporan, Panji Darman pun berpamitan pulang dan Minke pergi ke gudang untuk
menemui keluarga Trunodongso. Istri dan anak-anak Trunodongso sudah tertidur
lelap menyisahkan sang ayah yang masih enggan mengistirahatkan sepasang
matanya. Trunodongso tengah memikirkan ladang dan rumah yang telah mereka
tinggalkan dan dirampas. Minke berjanji akan berusaha membantu kesulitan
mereka. Keluar dari gudang, Minke bertemu dengan Darsam, orang yang selalu
setia membantu setiap kesulitannya. Minke memberikan arloji pemberian Bundanya
saat dia menikah dengan Annelies pada Darsam. Awalnya Darsam menolak tapi dia
tetap tidak bisa melawan keinginan Minke memberikan arloji itu padanya. Keesokkan
paginya, sebelum Minke berangkat ke Betawi. Dipandangnya lukisan Nyai Ontosoroh
penuh kasih sayang. Sungguh, Minke akan sangat kesulitan bahkan mungkin tidak
bisa melupakan wanita itu. Wajahnya, kebajikannya, kebijaksanaannya,
ketabahannya, kekuatannya, segala tentang seorang Nyai Ontosoroh yang telah
banyak berjasa dalam hidupnya. Masuk ke dalam kamar, Minke mengeluarkan lukisan
Annelies. Untuk waktu yang sangat lama. Minke tidak akan bisa melihat wajah
perempuan yang menjadikan Minke bagian dari keluarganya. Melintas banyak
kenangan bersama Annelies dibenaknya. Saat kali pertama Minke dan Annelies
bertemu. Saat kali pertama Annelies membawa Minke ke taman disamping kamar
mereka. Nyai Ontosoroh, Annelies, Darsam, keluarga Trunodongso, semuanya.
Ketika masih banyak orang terlelap dalam dunia mimpi. Berangkatlah Minke ke
Betawi. Hari ini, Minke benar-benar akan meninggalkan semua kenangan itu.
Diperjalanan
menuju Betawi. Laut semakin menjauhkan Minke dari darat. Meninggalkan Surabaya
maupun Wonokromo dan semua orang kesayangannya. Tanpa Minke sadari, seorang
Eropa berpakaian serba putih telah berdiri disampingnya. Ter Haar, namanya,
mantan redaktur S.N v/d D, penerbit surat kabar tempat Minke dulu bekerja untuk
Marteen Nijman. Ter Haar berhenti bekerja untuk S.N v/d D karena Nijman tidak
suka pada orang yang memiliki pemikiran berbeda dengannya. Kini Ter Haar menuju
ke Semarang untuk bekerja pada koran De Locomotief. Ter Haar yang mengetahui
tentang Minke berpendapat bahwa tulisan Minke hanya menguntungkan dan
menyenangkan satu pihak saja, pihak Eropa. Lalu, Ter Haar bercerita panjang
lebar tentang beberapa hal pada Minke. Tentang modal-modal perusahaan Eropa di
Hindia hasil dari penggelapan uang petani-petani Jawa. Tentang Rusia yang
mencoba memperbaiki hubungan dengan Jepang. Semua cerita dan pemikiran Ter Haar
seolah tak jauh berbeda dari Jean Marais, Kommer, dan Khouwh Ah Soe. Namun,
jauh berbeda dengan pemikiran dan ajaran yang diperoleh Minke selama menjalani
pendidikan di H.B.S. Malam harinya, Ter Haar mengajak Minke untuk makan malam
bersama. Menikmati makan malam sambil membicarakan tentang penyebab kematian
Khouwh Ah Soe. Mengapa Nijman tidak suka pada Khouwh Ah Soe? Tentu jelas karena
Khouwh Ah Soe bisa sangat menganggu pekerjaannya mengingat Khouwh Ah Soe bukan
sekedar orang biasa seperti Trunodongso. Kekacauan yang Trunodongso dan
petani-petani lain lakukan tidak akan berpengaruh besar untuk Nijman karena
mereka hanyalah petani-petani miskin. Lalu, mereka membicarakan tentang
kemajuan bangsa Filipina dalam bidang ilmu pengetahuan. Diawali dengan
kuli-kuli pelabuhan Filipina menolak untuk bekerja yang disebut belot kerja.
Kemajuan bangsa Filipina membuat bangsa itu memahami ilmu pengetahuan dan
kekuatan Eropa sehingga dipergunakan untuk memberontak melawan Spanyol. Itulah
pandangan yang menjadi alasan pendidikan menjadi begitu mahal di Hindia. Tidak
banyak pribumi bisa menjadi orang terpelajar seperti Minke. Tentu saja karena
bangsa Eropa takut Pribumi Hindia akan pandai memberontak karena memahami ilmu
pengetahuan seperti Pribumi Filipina. Kapal Oosthoek telah sampai di Semarang
menurunkan Ter Haar. Sebelum mereka berpisah, Ter Haar memperkenalkan Minke
pada temannya, Pieters. Lalu, mereka naik ke sebuah perahu dayung untuk dibawa
ke darat. Tidak lama kemudian, ada seseorang menegur Minke. Dia adalah Schout
Van Duijnen yang diperintahkan oleh Nyai Ontosoroh untuk menjemput Minke.
Schout Van Duijnen mendapat tugas membawa Minke kembali ke Wonokromo.
Dalam
waktu dua sampai tiga hari Minke pergi meninggalkan Wonokromo sudah banyak
perubahan yang terjadi di rumah Nyai Ontosoroh. Minem dan anak laki-lakinya
telah tinggal di rumah itu. Babah Kong alias Jan Tantang juga sudah tertangkap.
Setelah menyelesaikan makannya, Minke disuruh oleh Nyai Ontosoroh untuk membaca
salinan surat dari Robert Mellema yang telah meninggal. Ya, Robert Mellema
sudah tiada di Los Angelos – Amerika Serikat karena penyakit yang dideritanya.
Isi surat Robert Mellema : Robert Mellema menceritakan awal mula kemungkinan
yang menjadi penyebab dia menderita penyakit itu. Waktu itu, saat Robert
Mellema bisa dibilang masih muda dan belum banyak mengerti apa-apa, Ah Tjong
mengajak Robert Mellema ke rumahnya dan menyuguhkan wanita Jepang untuk Robert
Mellema. Keesokkan harinya, Ah Tjong menghasut Robert Mellema masalah harta
warisan Tuan Herman Mellema yang bakal bisa dimiliki oleh Robert Mellema
asalkan dia mau mengikuti rencana Ah Tjong. Pertama-tama, Ah Tjong dan Robert
Mellema akan menyingkirkan Minke terlebih dahulu. Ah Tjong berpendapat bahwa
Darsam adalah orang yang tepat untuk membantu mereka. Lalu, Robert Mellema
pergi menemui Darsam. Robert Mellema memberikan uang melebihi gaji yang Darsam
peroleh selama bekerja pada Nyai Ontosoroh. Sialnya, Darsam menolak
mentah-mentah uang itu karena dia tahu bahwa Nyai Ontosoroh dan Annelies menyayangi
Minke. Darsam hanya mau bekerja untuk Nyai Ontosoroh Annelies. Bahkan, Darsam
sempat mengancam Robert Mellema jika dia berani melakukan sesuatu yang
membahayakan ketiga orang itu. Setelah kejadian itu, Robert Mellema tinggal di
rumah Ah Tjong. Setiap hari, dia hanya bersenang-senang dengan para wanita yang
disediakan oleh Ah Tjong. Robert Mellema meminta maaf pada Ibu, adik
perempuannya, dan juga Minke atas segala kesalahannya. Dia juga memperingatkan
mereka untuk berhati-hati pada Ah Tjong yang ternyata mengincar perusahaan Tuan
Herman Mellema. Terakhir, Robert Mellema memberitahukan bahwa Minem telah
mengandung anaknya ketika dia meninggalkan Minem untuk berlayar. Robert Mellema
pernah menjanjikan Minem akan bisa tinggal di rumah Nyai Ontosoroh dan tidak
perlu bekerja lagi. Untuk itulah, Robert Mellema meminta pada Nyai Ontosoroh
agar mau menerima Minem dan anaknya sebagai menantu dan cucunya.
Minke
menghadiri beberapa persidangan. Sidang pertama untuk menyelesaikan perkara Ah
Tjong yang berusaha mengambil alih perusahaan Tuan Herman Mellema dengan cara
menghasut Robert Mellema. Persidangan berjalan cukup rumit sehingga mengalami
penundaan. Sidang kedua atas perkara Robert Surhoof. Minke, Panji Darman,
beberapa teman sekolah, keluarga korban, dan penjaga kuburan yang juga sebagai
korban menjadi saksi dalam persidangan tersebut. Semuanya berjalan lancar dan
Robert Surhoof dinyatakan bersalah. Sidang ketiga mengenai perkara Jan Tantang,
Minem, dan Darsam. Sidang ketiga ini memakan waktu cukup lama hingga Minke tak
bisa berangkat ke Betawi untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya.
Persidangan itu seolah sengaja mengulur waktu dan mendesak Nyai Ontosoroh serta
Minke. Kembali ke permasalahan sidang Ah Tjong. Perkara Ah Tjong dan Robert
Mellema selesai dengan bantuan Kommer dan Marteen Nijman yang mau membantu
mengurus surat dari Robert Mellema untuk membuktikan bahwa Ah Tjong bersalah.
Lalu, tentang kelanjutan perkara Jan Tantang, Minem, dan Darsam. Perkara :
Darsam menyerang Jan Tantang saat dia ketahuan berkunjung ke rumah Minem.
Ketika itu, Darsam mengira bahwa Jan Tantang merupakan orang suruhan Robert
Mellema untuk membunuhnya. Oleh karena itu, Darsam menyerang Jan Tantang.
Namun, sebenarnya Jan Tantang tidak mengincar Darsam. Jan Tantang adalah agen
polisi Bojonegoro yang mendapat tugas untuk mencari keterangan lengkap tentang
Minke dari Herbert De La Croix. Selama mengawasi Minke dan Nyai Ontosoroh,
akhirnya, dia bertemu dengan Minem. Dari sanalah Jan Tantang dan Minem memiliki
hubungan. Jan Tantang pernah mengajak Minem untuk ikut dengannya. Namun, Minem
menolak karena dia memiliki anak dari Robert Mellema. Minem ingin anak itu
diakui sebagai cucu oleh Nyai Ontosoroh. Hasilnya, persidangan itu menemukan
tidak adanya permusuhan Jan Tantang dan Darsam dikarenakan memperebutkan Minem.
Akan tetapi, Darsam tetap dijatuhi hukuman enam bulan penjara atas
penyerangannya terhadap Jan Tantang. Sedangkan, Jan Tantang mendapat hukuman
delapan bulan penjara dan dipecat dari jabatan negeri atas penembakan terhadap
Darsam dan penyamaran untuk mengawasi Minke dan Nyai Ontosoroh.
Beberapa
hari kemudian. Datang seorang berbaju dan bercelana putih mengantarkan surat
untuk Nyai Ontosoroh. Raymond De Bree (pengantar surat Tuan Akontan De Visch)
yang sekaligus bertugas menjemput Minem. Selain, mengantarkan surat dari De
Visch, dia juga membawa surat dari Ir. Maurits Mellema. Nyai Ontosoroh dan
Minem disaksikan Minke dan Raymond De Bree membuat perjanjian. Pertama, bahwa
keluarnya Minem dari rumah Nyai Ontosoroh untuk ikut pada De Visch merupakan
keinginan sendiri. Mengingat Minem tidak pernah diperlakukan buruk oleh Minke
dan Nyai Ontosoroh meskipun Minke tidak terlalu menyukai keberadaan Minem.
Kedua, Minem dengan sukarela menyerahkan Rono Mellema, anak laki-lakinya, pada
Nyai Ontosoroh. Diambilnya Rono Mellema yang tengah tertidur dalam gendongan
Minem. Minem tidak keberatan jika Nyai Ontosoroh ingin merawat cucunya. Ketiga,
Minem tidak akan bicara banyak hal mengenai keluarga Nyai Ontosoroh setelah dia
melangkah pergi dari rumah itu. Terakhir, Minem menerima keputusan Nyai
Ontosoroh kalau dia tidak akan menginjakkan kaki lagi di rumahnya setelah
benar-benar memutuskan untuk ikut dengan De Visch. Setelah selesai membuat
perjanjian tersebut. Minem dan Raymond De Bree pun pamit pergi. Ir. Maurits
Mellema, mengetahui semua kejadian buruk yang menimpa Minke dan Nyai Ontosoroh.
Dia pun bermaksud memanfaatkan keadaan tersebut untuk merebut perusahaan Tuan
Herman Mellema. Malam ini, dia akan mendatangi rumah Nyai Ontosoroh untuk
mengambil hak atas perusahaan tersebut. Nyai Ontosoroh pun menyuruh Minke
menjemput Jean Marais dan Kommer untuk membantu menghadapi Ir. Maurits Mellema.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar