Kamis, 04 Februari 2016

Sinopsis “Anak Semua Bangsa – Pramoedya Ananta Toer”



Max Tollenaar atau yang lebih akrab dipanggil Minke menemukan cincin bermata berlian di laci lemari pakaiannya. Pemberian Robert Suurhof sebagai kado saat dia dan Annelies Mellema menikah. Terdapat pula surat lama dari Robert Suurhof untuk Annelies. Namun, Minke tidak mau membacanya. Menurutnya, itu privasi Annelies karena surat itu diterima oleh Annelies sebelum menikah. Mengabaikan masalah cincin bermata berlian, Minke memutuskan untuk membaca koran dan memeriksa surat-surat yang dikirim ke rumahnya. Minke mendapati beberapa surat lagi dari Robert Suurhof untuk Annelies. Minke merasa kesal lalu pergi menuju kediaman Suurhof untuk mengembalikan cincin dan surat-surat itu. Dia baru tahu, selama ini Robert Suurhof masih saja mengirim surat cinta pada Annelies, istrinya. Ditengah perjalanan, Minke bertemu dengan Victor Roomer. Mereka saling menyapa dan mengobrol sebentar tentang Robert Suurhof. Kata Victor Roomer, Robert Suurhof sudah tidak tinggal di rumahnya semenjak kasus pencurian cincin bermata berlian yang dilakukannya. Cincin berlian yang diberikan pada Annelies. Viktor Roomer memberikan saran sebaiknya Minke membatalkan niat datang ke rumah Robert Suurhof hanya untuk membesar-besarkan masalah surat-surat itu pada keluarga Robert Suurhof. Hal itu hanya akan menambah beban batin keluarga Robert Suurhof yang kehidupannya sudah susah karena tingkah laku Robert Suurhof sendiri. Minke melanjutkan perjalanannya dan dia bertemu dengan Willem Vos. Mereka juga mengobrol sebentar tentang Robert Suurhorf. Tidak jauh berbeda dengan Viktor Roomer, Willem Vos juga menyarankan agar Minke tidak perlu meributkan masalah surat-surat itu dengan keluarga Robert Suurhof. Baik Minke maupun Willem Vos sudah tahu kalau Robert Suurhof hanya ingin mengganggu Minke dan Annelies saja. Minke melanjutkan perjalannya lagi dan sampailah dia di kediaman Suurhof. Minke melihat keluarga Suurhof sedang bersantai di sebuah kursi kayu di bawah pohon mangga di pelataran rumah yang luas itu. Ada Tuan dan Nyonya Suurhof beserta anak-anaknya sedang mengobrol bersama. Melihat kedatangan Minke, beberapa anak memberikan jalan dan tempat duduk untuknya. Mereka pun mengobrol. Minke berusaha mencari informasi mengenai keadaan dan keberadaan Robert Suurhof melalui obrolan santai tersebut. Tapi, Tuan dan Nyonya Suurhof tidak mau banyak bicara mengenai Robert Suurhof seolah berusaha menutupi keadaan dan keberadaan anaknya itu. Setelah mengobrol cukup lama, Minke mengatakan tujuannya datang berkunjung. Minke ingin mengembalikkan cincin bermata berlian pemberian Robert Suurhof untuk Annelies. Namun, ditolak oleh Tuan Suurhof dengan alasan Robert Suurhof tidak mungkin memiliki dan menghadiahkan cincin berlian semahal itu pada Annelies. Setelah Tuan Suurhof melakukan penolakan tersebut. Minke mengambil tindakan menyerahkan cincin dan melaporkan Robert Suurhof ke Sekaut. Dia juga meminta pada Sekaut untuk segera melacak dan menemukan keberadaan Robert Suurhof. Minke memang merasa iba pada keluarga Suurhof. Akan tetapi, mau tidak mau mereka harus mau melihat dan menerima akibat dari perbuatan anak pertamanya itu.

            Sementara itu, Annelies sedang di perjalanan menuju Nederland. Minke dan Nyai Ontosoroh alias Mama Annelies mengirim Robert Jan Dapperste alias Panji Darman untuk mengawasi Annelies selama diperjalanan. Panji Darman selalu mengirim surat kepada Minke dan Nyai Ontosoroh untuk memberitahukan keadaan Annelies. Surat pertama, saat Annelies menuju ke Betawi. Annelies dikawal oleh Maresose dan wanita Eropa. Setelah melakukan perjalan dengan kereta, Annelies berganti naik kapal untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Surat kedua, tepatnya delapan hari setelah surat pertama. Annelies telah sampai di pelabuhan Singapura. Seorang jururawat wanita nampak selalu menemani Annelies yang semakin hari semakin pucat. Panji Darman mencoba memberitahu Annelies akan keberadaannya. Akan tetapi, Annelies masih belum bisa menyadari kode yang diberikan oleh Panji Darman. Lama-kelamaan, si jururawat itu menyadari kalau Panji Darman selalu mengawasi Annelies. Jururawat itu pun mengirim surat panggilan kepada Panji Darman yang isinya diminta untuk menemui jururawat tersebut. Jururawat hendak meminta bantuan pada Panji Darman untuk membantu merawat Annelies. Panji Darman pun mengiyakan. Surat ketiga, menceritakan tentang keadaan Annelies yang semakin memburuk. Annelies tidak pernah dibawa ke klinik kesehatan kapal karena dokter secara langsung datang ke kabinnya. Sedangkan, Panji Darman hanya bisa merawat dan mendoakan kesembuhan Annelies. Surat keempat, Panji Darman dan Annelies telah sampai di Nederland. Annelies dijemput oleh wanita bernama Mevrouw Amelia Mellema – Hammers dan dikawal oleh Maresose, jururawat, dan polisi. Panji Darman terus mengikuti Annelies hingga mendapat teguran dari jururawat agar tidak mengurus masalah Annelies lagi. Katanya, Annelies akan dibawa ke Huizen. Namun, Panji Darman tetap memohon izin untuk terus merawat Annelies. Surat kelima, berisi tentang keadaan Annelies selama di Huizen. Mevrouw Amelia Mellema – Hammers tidak pernah lagi datang ke Huizen hanya sekedar untuk menengok Annelies. Keadaan Annelies semakin memburuk. Untungnya, Panji Darman bisa merawat Annelies setiap hari. Tidak lama setelah surat itu dikirim, Panji Darman mengirim tilgram mengucapkan ikut berduka-cita atas meninggalnya Annelies. Surat keenam sekaligus surat terakhir, Panji Darman menuliskan bahwa tugas mengawal Annelies telah selesai. Panji Darman berniat untuk kembali ke Hindia.

            Kehidupan Minke terus berjalan tanpa Annelies. Minke mencoba menyibukkan diri dengan kegiatan lamanya. Membaca koran, membaca majalah, membaca buku dan surat, serta menulis catatan dan karangan mengenai Eropa. Minke sangat mengagumi Eropa sehingga catatan dan karangan miliknya ditulis dalam Belanda bukan Melayu. Membuat Nyai Ontosoroh kurang setuju. Membuat pertengakaran kecil antara Minke dan sahabatnya, Jean Marais. Minke tidak ingin banyak berdebat dengan dua orang terpentingnya itu. Dia memutuskan menerima tawaran dari Marteen Nijman untuk menulis dalam Inggris tentang orang China. Tulisan berdasarkan hasil interview dengan seorang bernama Khouwh Ah Soe. Namun, ternyata, semua tulisan Minke dirubah dan membuat Khouwh Ah Soe dalam masalah.

            Beberapa hari kemudian, Khouwh Ah Soe datang berkunjung ke rumah Minke. Mereka bertiga, Khouwh Ah Soe, Nyai Ontosoroh, dan Minke mengobrol bersama tentang surat kabar yang membuat Khouwh Ah Soe dalam kesulitan. Nyai Ontosoroh menjelaskan bahwa karangan yang dimuat di surat kabar itu bukanlah tulisan Minke. Lalu, Nyai Ontosoroh meminta Khouwh Ah Soe untuk tinggal di rumah Darsam demi keamanannya. Lagipula, Khouwh Ah Soe sedang kesulitan mencari tempat tinggal. Sementara itu, Marteen Nijman terus mengirim surat permintaan maaf pada Minke. Tapi, Minke selalu mengabaikan surat-surat itu. Akhirnya, Marteen Nijman memutuskan untuk secara langsung menemui Minke. Mereka mengobrol sebentar. Marteen Nijman baru pulang setelah Minke mengiyakan untuk datang ke kantor redaksi dengan membawa catatan dan karangan terbaru miliknya.

             Pada hari berikutnya, Nyai Ontosoroh memberikan surat-surat yang beliau terima pada Minke untuk dibacakan. Surat pertama, datang dari Robert Mellema, kakak laki-laki Annelies. Surat yang tidak terdapat tempat dan tanggal itu berisi kalimat-kalimat permintaan maaf Robert Mellema pada sang Mama atas semua kesalahannya. Robert Mellema juga menceritakan tentang pekerjaannya yaitu berlayar dari Manila ke Hongkong. Selama berlayar, Robert Mellema hanya menjadi pekerja kasar seperti membersihkan kamar mandi kapal. Di Hongkong, pekerjaan Robert Mellema juga tidak lebih baik yaitu menjadi tukang kebun di rumah seorang perwira Inggris. Penyakit yang diderita Robert Mellema membuat dia dipecat oleh perwira Inggris itu. Lalu, Robert Mellema bertemu dengan seorang shinse yang mau mengobati penyakitnya. Sayangnya, penyakit Robert Mellema tidak ada obatnya sehingga dia divonis mati dua tahun lagi. Mama Annelies berdiri dan pergi setelah mendengar kalimat-kalimat dalam surat Robert Mellema itu. Sedangkan, Minke melanjutkan membaca surat-surat yang lain. Surat Kedua, dari Robert Mellema untuk Annelies. Robert Mellema juga meminta maaf pada Annelies karena sudah meninggalkan dia dan Mama mereka untuk mewujudkan cita-citanya yaitu menjadi pelaut. Dia mencurahkan suka-dukanya selama bekerja menjadi pelaut. Dia mendoakan semoga pernikahan dan rumah tangga Annelies dan Minke selalu baik-baik saja. Sepertinya, kakak laki-laki Annelies itu belum mengetahui tentang kematian Annelies. Tidak mau teringat dan bersedih akan Annelies. Minke tidak melanjutkan membaca surat kedua dari Robert Mellema tersebut. Dia meneruskan acara membacanya pada surat ketiga dari Panji Darman untuknya. Surat Ketiga, Panji Darman mengabarkan bahwa dia bertemu dengan Robert Suurhof di pelabuhan Amsterdam. Melihat Robert Suurhof sedang mendorong sebuah gerobak berisi barang-barang sepertinya Robert Suurhof bekerja menjadi seorang kuli kasar di pelabuhan tersebut. Malu bertemu dengan Panji Darman, Robert Suurhof berusaha kabur darinya. Namun, Panji Darman tetap berusaha mengejarnya hingga Robert Suurhof tidak bisa lagi berpura-pura tidak melihatnya. Robert Suurhof mengalihkan topik pembicaraan dengan cara memberikan alamat rumahnya. Keesokkan harinya, Panji Darman mencari alamat yang diberikan oleh Robert Suurhof. Pikirnya, alamat itu hanyalah kebohongan Robert Suurhof untuk melarikan diri karena Panji  Darman tidak bisa menemukannya. Hari berikutnya, Panji Darman mencari di pelabuhan lagi. Bertanya pada orang-orang yang bekerja di pelabuhan sama seperti Robert Suurhof. Tapi, tidak ada satupun orang yang mengetahui nama Robert Suurhof karena selama bekerja di sana Robert Suurhof sepertinya menggunakan nama lain. Panji Darman berinisiatif menanyakan pada pihak polisi pelabuhan. Kata polisi, seorang Suurhof memang telah ditangkap atas kasus penganiayaan dan perampokkan di Surabaya dan sudah dikirim ke Surabaya. Dan seterusnya Minke membaca surat-surat lain yang tersisa.

            Sebelum berangkat ke Betawi, Minke pergi menemui Jean Marais untuk melihat lukisan Annelies yang sudah lama dia pesan. Di rumah Jean Marais, Minke bertemu dengan Kommer. Jean Marais meminta pada Kommer agar dia mau menasehati Minke supaya Minke menulis dalam Melayu atau Jawa untuk bangsanya sendiri. Orang peranakan Eropa bernama Kommer itu mengatakan, “Peduli amat orang Eropa mau baca Melayu atau tidak. Coba, siapa yang mau mengajak Pribumi bicara kalau bukan peangarang-pengarangnya sendiri seperti Tuan?” dan masih banyak lagi ucapan-ucapan Kommer yang akhirnya mampu membuat Minke mulai memikirkan untuk menulis dalam Melayu. Kommer mengajak Minke untuk berburu macan kumbang di Sidoarjo dengan tujuan supaya Minke lebih mengenal tentang bangsanya sendiri bukan hanya mengenal bangsa Eropa yang selalu dia kagumi. Tapi, sebelumnya, dia sudah berjanji pada Nyai Ontosoroh untuk ikut berlibur ke Sidoarjo. Akhirnya, Minke, Nyai Ontosoroh, dan Kommer pergi ke Sidoarjo menggunakan kereta. Minke dan Nyai Ontosoroh akan berlibur. Sedangkan, Kommer akan berburu macan kumbang. Diperjalanan, Minke melihat beberapa orang Pribumi sedang melakukan kerja rodi. Mereka adalah para petani miskin yang tidak memiliki tanah sendiri untuk digarap demi membayar pajak. Oleh karena itu, mereka dipaksa untuk melakukan kerja rodi sebagai ganti. Melihat para pekerja rodi itu, Minke merasa nasihat dari Nyai Ontosoroh, Jean Marais, dan Kommer ada benarnya juga. Selama ini, dia terlalu kagum pada bangsa lain. Minke pun mulai membuat catatan lagi saat dia sampai di Sidoarjo.

            Catatan pertama catatan tentang Surati. Anak perempuan dari Djumilah dan Paiman alias Sastrowongso alias Sastro Kassier yaitu kakak laki-laki Nyai Ontosoroh yang dinikahkan dengan Tuan Frits Homerus Vlekkenbaaij alias Plikemboh, administratur Sidoarjo. Sebagai administratur, Plikemboh tidak perlu bekerja secara fisik. Hanya memerintah bawahannya saja. Pekerjaannya hanya minum, mabuk-mabukkan, berburu burung, mengobrak-abrik rumah Pribumi, dan mengganggu wanita. Pekerjaan terakhir Plikemboh itulah yang membuat Surati harus terpaksa menikah dengan laki-laki asal Eropa berbadan bulat dengan perut buncit itu. Kepalanya botak. Pipinya bulat dan kendor menggantung. Matanya selalu terlihat mengantuk seperti pemalas. Untuk menikah dengan Surati tentu Plikemboh harus menggunakan cara licik yaitu menjebak Sastro Kassier. Plikemboh mengambil uang untuk gaji para pekerja di pabrik dari brankas Sastro Kassier. Sehingga, Sastro Kassier pasti akan terpaksa meminjam uang padanya karena hanya dia yang bisa memberikan pinjaman uang sebanyak itu. Plikemboh mengetahui kalau Surati adalah anak yang patuh pada perintah orang tuanya. Jadi, Plikemboh mau meminjamkan uang dengan syarat Sastro Kassier harus mau menyerahkan Surati padanya. Sastro Kassier tidak mau dipecat dari pekerjaanya dan tidak mau menelantarkan seluruh pekerja di pabrik menyetujui persyaratan tersebut, menyerahkan Surati. Meskipun istrinya, Djumilah, tidak setuju dengannya karena sama saja seperti menjual putri mereka sendiri. Sebagai seorang Ibu, Djumilah tidak mau Surati mendapatkan nasib sama seperti adik perempuan suaminya, Nyai Ontosoroh. Dipaksa menikah dengan seorang Eropa. Namun, Djumilah tidak dapat berbuat apa-apa ketika Surati bersedia membantu ayahnya. Berangkatlah Surati ke tempat Plikemboh. Akan tetapi, sebelum dia benar-benar sampai di tempat Plikemboh, Surati sengaja membuat dirinya terkena penyakit berbahaya yang sedang mewabah di Sidoarjo waktu itu. Surati mendatangi Plikemboh setelah memastikan dirinya sudah terkena penyakit berbahaya itu. Surati memang berniat menularkan penyakit itu pada Plikemboh agar Plikemboh jatuh sakit dan meninggal. Rencana Surati pun berjalan dengan lancar. Plikemboh meninggal karena tidak bisa selamat dari penyakit yang ditularkan oleh Surati padanya. Sementara itu, Surati masih bisa bertahan hidup untuk menyaksikan banyak pasang mata wanita Sidoarjo yang seharusnya berterimakasih atas pengorbanannya.

            Catatan kedua catatan tentang Trunodongso. Seorang petani di Tulangan – Sidoarjo yang tidak mau menyewakan ladangnya pada pabrik milik Eropa. Trunodongso memiliki satu istri, dua anak perempuan, dan tiga anak laki-laki. Anak-anak perempuan biasa membantu Ibu memasak. Sedangkan, anak-anak laki-laki membantu bekerja di ladang. Trunodongso tidak mau menyewakan ladang karena ladang tersebut merupakan penghidupan keluarganya. Lagipula, uang sewa yang diberikan selalu tidak sesuai dengan perjanjian. Bukan hanya Trunodongso yang diperlakukan demikian. Seluruh petani seperti Trunodongso juga mengalami nasib yang sama. Minke berusaha membantu meringankan penderitaan Trunodongso dan keluarganya melalui catatan yang nantinya akan dibaca oleh orang-orang besar. Minke bahkan sampai menginap di rumah Trunodongso untuk mengumpulkan bahan tulisan yang dibutuhkan. Dari keluarga Trunodongso pula Minke belajar mengenal bangsanya sendiri.

            Minke menyelesaikan catatan tentang Surati dan Trunodongso untuk diberikan kepada Marteen Nijman. Namun, saat Minke menunjukkan catatan tentang Trunodongso yang dianggapnya sudah sempurna, Nijman malah menolak untuk menerbitkan di surat kabar. Alasannya, catatan Minke tidak memiliki bukti-bukti kebenaran yang kuat. Trunodongso bisa saja berbohong dan kebohongan itu bisa membahayakan Minke. Nijman menjelaskan bahwa upah atau gaji Trunodongso sebagai seorang petani tebu bisa lebih besar daripada uang sewa ladangnya. Lagipula, Trunodongso tidak akan mendapatkan kerugian apabila menyewakan ladangnya. Jadi, sangat kecil kemungkinan bahwa tulisan Minke bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.  Minke merasa mendapat tuduhan lebih memihak Pribumi daripada Eropa karena catatan tersebut. Minke pun memutuskan untuk berhenti menulis. Dirobek-robeknya, catatan tentang Trunodongso. Sedangkan, catatan tentang Surati, Minke berikan kepada Kommer untuk diperbaiki kebenarannya.

            Minke dan Nyai Ontosoroh mendapatkan surat dari Khouwh Ah Soe yang dititipkan pada Darsam sebelum dia meninggal. Isi surat Khouwh Ah Soe untuk Nyai Ontosoroh : Selama Nyai Ontosoroh pergi ke Sidoarjo, Darsam tetap memperlakukan Khouwh Ah Soe dengan baik. Khouwh Ah Soe juga mengucapkan terimakasih karena Nyai Ontosoroh mau membantunya saat dalam kesulitan. Sedangkan, isi surat Khouwh Ah Soe untuk Minke : Khouwh Ah Soe meminta tolong pada Minke untuk mengantarkan sebuah surat pada teman Khouwh Ah Soe yang tinggal di Betawi. Namun, Khouwh Ah Soe tidak tahu alamat tempat tinggal temannya itu. sehingga Minke harus mencari alamat itu pada seorang bernama Dulrakim yang tinggal di Kedungrukem.

Setelah membaca surat dari Khouwh Ah Soe, Nyai Ontosoroh mempersilahkan Darsam untuk menyampaikan laporan mengenai pabrik selama Nyai Ontosoroh dan Minke pergi ke Sidoarjo. Laporan Darsam : Dalmeyer datang, setelah Nyai Ontosoroh berangkat ke Sidoarjo. Sekitar jam empat sore Dalmeyer minta diantar oleh Darsam memeriksa sapi. Di kandang sapi, dia bertemu Minem. Darsam pun meninggalkan mereka. Minem adalah salah satu pekerja wanita di pabrik Nyai Ontosoroh. Cantik dan genit, begitulah gambaran Minem. Dulu, dia selalu membujuk Annelies agar Annelies menjadikannya mandor. Kini, setelah Annelies tidak ada, giliran Darsam yang dirayu-rayu olehnya. Keesokkan harinya, Minem pergi ke rumah Darsam. Minem memiliki seorang anak laki-laki. Minem mengaku pada Darsam kalau anak laki-laki itu merupakan cucu Nyai Ontosoroh. Itu berarti Robert Mellema, kakak laki-laki Annelies adalah ayah dari anak laki-laki Minem. Namun, Darsam tidak mau percaya begitu saja mengingat sifat dan kelakuan si genit Minem. Darsam menuduh kalau anak laki-laki itu bisa saja anak Minem dengan Babah Kong, tamu laki-laki yang sering berkunjung ke rumah Minem. Minem membantah. Katanya, dia baru mengenal Babah Kong. Hingga suatu hari, Darsam mendapati Minem pulang sebelum jam pulang kerja. Darsam mendatangi rumah Minem. Baru sampai di dekat rumah Minem. Darsam melihat Babah Kong sedang berkunjung. Alasan Minem pulang sebelum jam pulang kerja. Darsam segera menghampiri Minem. Mendengar suara Darsam dari luar rumah, Babah Kong segera pergi dari rumah Minem lewat pintu belakang. Namun, Darsam melihat kejadian itu. Darsam pun segera mengejar Babah Kong. Akhirnya, perkelahian antara mereka pun terjadi. Sayangnya, Babah Kong berhasil mengalahkan Darsam. Babah Kong menembak tangan Darsam. Akan tetapi, bukannya membunuh Darsam. Babah Kong malah mengobati luka Darsam. Babah Kong menyuruh Darsam pergi ke rumah sakit dan merahasiakan peristiwa perkelahian tersebut. Darsam pergi ke rumah sakit diantar oleh oleh Istrinya dan Marjuki. Tidak lama kemudian, datang polisi dan membawa ketiga orang itu ke kantor polisi. Darsam, istri Darsam, dan Marjuki diperiksa. Mereka diancam akan ditahan di kantor polisi apabila tidak mau mengaku tentang kebenaran luka tembak di tangan Darsam. Akhirnya, Darsam pun mengaku. Mereka dibebaskan dan polisi tentu mengincar Babah Kong. Begitulah akhir dari laporan Darsam. Minke memperhatikan Nyai Ontosoroh dalam diam. Ada banyak masalah yang harus diselesaikan oleh Ibu mertuanya itu. Pertama, kenyataan bahwa pabrik yang didirikan oleh suaminya, Tuan Herman Mellema, dan diperjuangkannya selama bertahun-tahun ternyata merupakan pabrik hasil pemerasan dari petani-petani miskin. Kedua, berita tentang Minem yang memiliki anak dari anak laki-lakinya, Robert Mellema. Ketiga, sidang pengadilan yang akan terjadi saat Babah Kong telah ditangkap oleh polisi nanti. Namun, masalah yang paling mengganggu pikiran Nyai Ontosoroh adalah masalah pertama dan Nyai Ontosoroh memutuskan untuk membangun sekolah bagi anak-anak para petani miskin. Setidaknya, rencana yang pasti akan dikerjakannya itu dapat dikatakan bisa mengembalikan uang yang pernah dimanfaatkan oleh Tuan Herman Mellema untuk kepentingan pabrik.

Masalah demi masalah terus berdatangan pada Nyai Ontosoroh dan Minke. Seolah tidak mau membiarkan Nyai Ontosoroh dan menantunya itu bisa bernapas dengan tenang. Membuat Minke ragu meninggalkan Ibu keduanya ke Betawi untuk melanjutkan pendidikan. Belum juga tuntas tiga permasalahan sebelumnya. Kini di surat kabar diberitakan tentang pemberontakan para petani di Sidoarjo yang dipimpin oleh Kyai Sukri. Beliau telah ditangkap dan dihukum delapan puluh kali pukulan di depan pegawai, mandor, dan kuli pabrik gula sebelum dibawa ke pengadilan. Namun, beliau meninggal setelah menerima pukulan ke tujuh puluh. Pikir Nyai Ontosoroh, pemberontakkan itu secara tidak langsung ada hubungannya dengan catatan dan janji Minke pada Trunodongso dan Trunodongso pasti ikut terlibat dalam pemberontakkan tersebut. Meskipun, catatan itu telah dilenyapkan oleh Minke. Tapi, Nyai Ontosoroh memiliki firasat kalau Minke tetap akan berada dalam masalah setelah ini. Untuk itu, Nyai Ontosoroh tetap menyuruh Minke berangkat ke Betawi. Lagipula, dia juga memiliki amanat dari Khouwh Ah Soe untuk menemui teman Khouwh Ah Soe di Betawi. Lalu, datanglah orang yang tengah menjadi bahan pembicaraan Nyai Ontosoroh dan Minke yaitu Trunodongso. Pakaiannya tampak berantakkan seperti pengemis. Dia hanya mengenakan sarung sebagai pakaian. Badannya demam dan terdapat luka sepanjang lima belas sentimeter di punggung sebelah kiri. Trunodongso meninggalkan istri dan anak-anaknya tidak jauh dari daerah rumah Minke. Dia hendak meminta perlindungan pada Nyai Ontosoroh dan Minke untuk keluarganya. Tiba-tiba, datang Panji Darman. Rupa-rupanya, dia baru pulang dari Nederland. Minke segera menemui Panji Darman sebelum dia mengetahui keberadaan Trunodongso. Minke menyuruh Panji Darman untuk pulang dan kembali berkunjung saat malam saja. Setelah itu, Nyai Ontosoroh menyuruh Minke untuk memanggil dokter Martinet lalu menjemput keluarga Trunodongso. Minke pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh Trunodongso. Tempat penyeberangan rakit tambangan di tepi Brantas. Sesampainya Minke di sana, dia tidak menemukan istri dan anak-anak Trunodongso. Hanya ada seorang tukang penyeberang rakit yang ketakutan karena melihat kedatangan Minke dengan pakaian serba Eropa. Minke memanggil tukang penyeberang rakit dan menanyakan tentang keluarga Trunodongso. Tukang penyeberang rakit itu berbohong berusaha melindungi keluarga Trunodongso. Terpaksa Minke harus berpura-pura sebagai orang Eropa sungguhan dan menyuruh tukang penyeberang rakit untuk membawanya ke rumah tukang penyeberang rakit itu. Minke memiliki firasat kalau tukang penyeberang rakit telah menyembunyikan keluarga Trunodongso di rumahnya. Sesampainya Minke di rumah tukang penyeberang rakit. Dia mendapati si Piah, anak perempuan Trunodongso sedang memasak bersama dua adiknya. Sedangkan, istri Trunodongso dan dua anak laki-lakinya sedang tidur. Istri Trunodongso bangun ketika mendengar suara Minke. Melihat keadaan keluarga Trunodongso yang tampak kelelahan dengan luka bengkak di kaki mereka. Minke menyuruh mereka untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat ke rumahnya. Selesai makan, Minke meyuruh dua anak laki-laki Trunodongso untuk memanggil Ibu dan tiga saudaranya. Lama Minke menunggu keluarga Trunodongso yang tak kunjung keluar dari rumah tukang penyeberang rakit. Nampaknya mereka masih ragu untuk ikut dengan Minke. Lalu, Minke berpura-pura akan berangkat sendirian dan meninggalkan mereka di rumah penyeberang rakit jika memang mereka tidak mau ikut menemui Trunodongso yang sedang sakit di rumahnya. Lima puluh meter kemudian, Minke mendengar suara Piah memanggil-manggil namanya dari kejauhan sambil berlari mengejar. Piah mengatakan bahwa mereka akan ikut. Minke pun menunggu di andong. Lama kemudian, keluarga Trunodongso sampai di tempat Minke menunggu. Minke membantu mereka naik ke andong satu persatu. Minke memanggil tukang penyeberang rakit dan memberikan uang sebagai ganti karena sudah mau menolong keluarga Trunodongso. Selama di perjalanan, anak-anak Trunodongso tidak berani melihat ke arah Minke. Tentu saja mereka takut akan penampilan Minke yang serba Eropa. Dua bulan, hanya dalam kurun waktu dua bulan, keluarga Trunodongso tidak lagi mengenal dan mempercayai Minke. Akhirnya, sampai juga mereka di rumah Minke. Mereka langsung dibawa ke gudang oleh Minke. Disanalah mereka akan tinggal untuk sementara waktu. Dokter Martinet pergi tanpa makan malam bersama setelah selesai mengobati luka Trunodongso. Malam harinya, Panji Darman datang lagi ke rumah Minke. Dia ingin menyampaikan beberapa hal yang tidak sempat disampaikan lewat surat. Ketika Annelies meninggal, Panji Darman tidak mengetahui kepercayaan atau agama yang dianut Annelies. Sehingga, dia menguburkan Annelies secara islam. Lalu, saat Panji Darman berada di Amsterdam. Dia membaca sebuah berita tentang adanya persiapan penerbitan majalah Melayu bernama Pewarta Wolanda. Di sana, saat Panji Darman pergi ke kantor penerbitan untuk menanyakan beberapa hal mengenai penerbitan majalah Melayu itu. Panji Darman bertemu dengan Juffrouw Magda Peters. Berikutnya, Panji Darman meminta izin untuk menulis dan menerbitkan karya tulis yang berisi tentang pengalaman Nyai Ontosoroh, Annelies, dan Minke di penerbit majalah Melayu tersebut. Selesai menyampaikan laporan, Panji Darman pun berpamitan pulang dan Minke pergi ke gudang untuk menemui keluarga Trunodongso. Istri dan anak-anak Trunodongso sudah tertidur lelap menyisahkan sang ayah yang masih enggan mengistirahatkan sepasang matanya. Trunodongso tengah memikirkan ladang dan rumah yang telah mereka tinggalkan dan dirampas. Minke berjanji akan berusaha membantu kesulitan mereka. Keluar dari gudang, Minke bertemu dengan Darsam, orang yang selalu setia membantu setiap kesulitannya. Minke memberikan arloji pemberian Bundanya saat dia menikah dengan Annelies pada Darsam. Awalnya Darsam menolak tapi dia tetap tidak bisa melawan keinginan Minke memberikan arloji itu padanya. Keesokkan paginya, sebelum Minke berangkat ke Betawi. Dipandangnya lukisan Nyai Ontosoroh penuh kasih sayang. Sungguh, Minke akan sangat kesulitan bahkan mungkin tidak bisa melupakan wanita itu. Wajahnya, kebajikannya, kebijaksanaannya, ketabahannya, kekuatannya, segala tentang seorang Nyai Ontosoroh yang telah banyak berjasa dalam hidupnya. Masuk ke dalam kamar, Minke mengeluarkan lukisan Annelies. Untuk waktu yang sangat lama. Minke tidak akan bisa melihat wajah perempuan yang menjadikan Minke bagian dari keluarganya. Melintas banyak kenangan bersama Annelies dibenaknya. Saat kali pertama Minke dan Annelies bertemu. Saat kali pertama Annelies membawa Minke ke taman disamping kamar mereka. Nyai Ontosoroh, Annelies, Darsam, keluarga Trunodongso, semuanya. Ketika masih banyak orang terlelap dalam dunia mimpi. Berangkatlah Minke ke Betawi. Hari ini, Minke benar-benar akan meninggalkan semua kenangan itu.

Diperjalanan menuju Betawi. Laut semakin menjauhkan Minke dari darat. Meninggalkan Surabaya maupun Wonokromo dan semua orang kesayangannya. Tanpa Minke sadari, seorang Eropa berpakaian serba putih telah berdiri disampingnya. Ter Haar, namanya, mantan redaktur S.N v/d D, penerbit surat kabar tempat Minke dulu bekerja untuk Marteen Nijman. Ter Haar berhenti bekerja untuk S.N v/d D karena Nijman tidak suka pada orang yang memiliki pemikiran berbeda dengannya. Kini Ter Haar menuju ke Semarang untuk bekerja pada koran De Locomotief. Ter Haar yang mengetahui tentang Minke berpendapat bahwa tulisan Minke hanya menguntungkan dan menyenangkan satu pihak saja, pihak Eropa. Lalu, Ter Haar bercerita panjang lebar tentang beberapa hal pada Minke. Tentang modal-modal perusahaan Eropa di Hindia hasil dari penggelapan uang petani-petani Jawa. Tentang Rusia yang mencoba memperbaiki hubungan dengan Jepang. Semua cerita dan pemikiran Ter Haar seolah tak jauh berbeda dari Jean Marais, Kommer, dan Khouwh Ah Soe. Namun, jauh berbeda dengan pemikiran dan ajaran yang diperoleh Minke selama menjalani pendidikan di H.B.S. Malam harinya, Ter Haar mengajak Minke untuk makan malam bersama. Menikmati makan malam sambil membicarakan tentang penyebab kematian Khouwh Ah Soe. Mengapa Nijman tidak suka pada Khouwh Ah Soe? Tentu jelas karena Khouwh Ah Soe bisa sangat menganggu pekerjaannya mengingat Khouwh Ah Soe bukan sekedar orang biasa seperti Trunodongso. Kekacauan yang Trunodongso dan petani-petani lain lakukan tidak akan berpengaruh besar untuk Nijman karena mereka hanyalah petani-petani miskin. Lalu, mereka membicarakan tentang kemajuan bangsa Filipina dalam bidang ilmu pengetahuan. Diawali dengan kuli-kuli pelabuhan Filipina menolak untuk bekerja yang disebut belot kerja. Kemajuan bangsa Filipina membuat bangsa itu memahami ilmu pengetahuan dan kekuatan Eropa sehingga dipergunakan untuk memberontak melawan Spanyol. Itulah pandangan yang menjadi alasan pendidikan menjadi begitu mahal di Hindia. Tidak banyak pribumi bisa menjadi orang terpelajar seperti Minke. Tentu saja karena bangsa Eropa takut Pribumi Hindia akan pandai memberontak karena memahami ilmu pengetahuan seperti Pribumi Filipina. Kapal Oosthoek telah sampai di Semarang menurunkan Ter Haar. Sebelum mereka berpisah, Ter Haar memperkenalkan Minke pada temannya, Pieters. Lalu, mereka naik ke sebuah perahu dayung untuk dibawa ke darat. Tidak lama kemudian, ada seseorang menegur Minke. Dia adalah Schout Van Duijnen yang diperintahkan oleh Nyai Ontosoroh untuk menjemput Minke. Schout Van Duijnen mendapat tugas membawa Minke kembali ke Wonokromo.

Dalam waktu dua sampai tiga hari Minke pergi meninggalkan Wonokromo sudah banyak perubahan yang terjadi di rumah Nyai Ontosoroh. Minem dan anak laki-lakinya telah tinggal di rumah itu. Babah Kong alias Jan Tantang juga sudah tertangkap. Setelah menyelesaikan makannya, Minke disuruh oleh Nyai Ontosoroh untuk membaca salinan surat dari Robert Mellema yang telah meninggal. Ya, Robert Mellema sudah tiada di Los Angelos – Amerika Serikat karena penyakit yang dideritanya. Isi surat Robert Mellema : Robert Mellema menceritakan awal mula kemungkinan yang menjadi penyebab dia menderita penyakit itu. Waktu itu, saat Robert Mellema bisa dibilang masih muda dan belum banyak mengerti apa-apa, Ah Tjong mengajak Robert Mellema ke rumahnya dan menyuguhkan wanita Jepang untuk Robert Mellema. Keesokkan harinya, Ah Tjong menghasut Robert Mellema masalah harta warisan Tuan Herman Mellema yang bakal bisa dimiliki oleh Robert Mellema asalkan dia mau mengikuti rencana Ah Tjong. Pertama-tama, Ah Tjong dan Robert Mellema akan menyingkirkan Minke terlebih dahulu. Ah Tjong berpendapat bahwa Darsam adalah orang yang tepat untuk membantu mereka. Lalu, Robert Mellema pergi menemui Darsam. Robert Mellema memberikan uang melebihi gaji yang Darsam peroleh selama bekerja pada Nyai Ontosoroh. Sialnya, Darsam menolak mentah-mentah uang itu karena dia tahu bahwa Nyai Ontosoroh dan Annelies menyayangi Minke. Darsam hanya mau bekerja untuk Nyai Ontosoroh Annelies. Bahkan, Darsam sempat mengancam Robert Mellema jika dia berani melakukan sesuatu yang membahayakan ketiga orang itu. Setelah kejadian itu, Robert Mellema tinggal di rumah Ah Tjong. Setiap hari, dia hanya bersenang-senang dengan para wanita yang disediakan oleh Ah Tjong. Robert Mellema meminta maaf pada Ibu, adik perempuannya, dan juga Minke atas segala kesalahannya. Dia juga memperingatkan mereka untuk berhati-hati pada Ah Tjong yang ternyata mengincar perusahaan Tuan Herman Mellema. Terakhir, Robert Mellema memberitahukan bahwa Minem telah mengandung anaknya ketika dia meninggalkan Minem untuk berlayar. Robert Mellema pernah menjanjikan Minem akan bisa tinggal di rumah Nyai Ontosoroh dan tidak perlu bekerja lagi. Untuk itulah, Robert Mellema meminta pada Nyai Ontosoroh agar mau menerima Minem dan anaknya sebagai menantu dan cucunya.

Minke menghadiri beberapa persidangan. Sidang pertama untuk menyelesaikan perkara Ah Tjong yang berusaha mengambil alih perusahaan Tuan Herman Mellema dengan cara menghasut Robert Mellema. Persidangan berjalan cukup rumit sehingga mengalami penundaan. Sidang kedua atas perkara Robert Surhoof. Minke, Panji Darman, beberapa teman sekolah, keluarga korban, dan penjaga kuburan yang juga sebagai korban menjadi saksi dalam persidangan tersebut. Semuanya berjalan lancar dan Robert Surhoof dinyatakan bersalah. Sidang ketiga mengenai perkara Jan Tantang, Minem, dan Darsam. Sidang ketiga ini memakan waktu cukup lama hingga Minke tak bisa berangkat ke Betawi untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya. Persidangan itu seolah sengaja mengulur waktu dan mendesak Nyai Ontosoroh serta Minke. Kembali ke permasalahan sidang Ah Tjong. Perkara Ah Tjong dan Robert Mellema selesai dengan bantuan Kommer dan Marteen Nijman yang mau membantu mengurus surat dari Robert Mellema untuk membuktikan bahwa Ah Tjong bersalah. Lalu, tentang kelanjutan perkara Jan Tantang, Minem, dan Darsam. Perkara : Darsam menyerang Jan Tantang saat dia ketahuan berkunjung ke rumah Minem. Ketika itu, Darsam mengira bahwa Jan Tantang merupakan orang suruhan Robert Mellema untuk membunuhnya. Oleh karena itu, Darsam menyerang Jan Tantang. Namun, sebenarnya Jan Tantang tidak mengincar Darsam. Jan Tantang adalah agen polisi Bojonegoro yang mendapat tugas untuk mencari keterangan lengkap tentang Minke dari Herbert De La Croix. Selama mengawasi Minke dan Nyai Ontosoroh, akhirnya, dia bertemu dengan Minem. Dari sanalah Jan Tantang dan Minem memiliki hubungan. Jan Tantang pernah mengajak Minem untuk ikut dengannya. Namun, Minem menolak karena dia memiliki anak dari Robert Mellema. Minem ingin anak itu diakui sebagai cucu oleh Nyai Ontosoroh. Hasilnya, persidangan itu menemukan tidak adanya permusuhan Jan Tantang dan Darsam dikarenakan memperebutkan Minem. Akan tetapi, Darsam tetap dijatuhi hukuman enam bulan penjara atas penyerangannya terhadap Jan Tantang. Sedangkan, Jan Tantang mendapat hukuman delapan bulan penjara dan dipecat dari jabatan negeri atas penembakan terhadap Darsam dan penyamaran untuk mengawasi Minke dan Nyai Ontosoroh.

Beberapa hari kemudian. Datang seorang berbaju dan bercelana putih mengantarkan surat untuk Nyai Ontosoroh. Raymond De Bree (pengantar surat Tuan Akontan De Visch) yang sekaligus bertugas menjemput Minem. Selain, mengantarkan surat dari De Visch, dia juga membawa surat dari Ir. Maurits Mellema. Nyai Ontosoroh dan Minem disaksikan Minke dan Raymond De Bree membuat perjanjian. Pertama, bahwa keluarnya Minem dari rumah Nyai Ontosoroh untuk ikut pada De Visch merupakan keinginan sendiri. Mengingat Minem tidak pernah diperlakukan buruk oleh Minke dan Nyai Ontosoroh meskipun Minke tidak terlalu menyukai keberadaan Minem. Kedua, Minem dengan sukarela menyerahkan Rono Mellema, anak laki-lakinya, pada Nyai Ontosoroh. Diambilnya Rono Mellema yang tengah tertidur dalam gendongan Minem. Minem tidak keberatan jika Nyai Ontosoroh ingin merawat cucunya. Ketiga, Minem tidak akan bicara banyak hal mengenai keluarga Nyai Ontosoroh setelah dia melangkah pergi dari rumah itu. Terakhir, Minem menerima keputusan Nyai Ontosoroh kalau dia tidak akan menginjakkan kaki lagi di rumahnya setelah benar-benar memutuskan untuk ikut dengan De Visch. Setelah selesai membuat perjanjian tersebut. Minem dan Raymond De Bree pun pamit pergi. Ir. Maurits Mellema, mengetahui semua kejadian buruk yang menimpa Minke dan Nyai Ontosoroh. Dia pun bermaksud memanfaatkan keadaan tersebut untuk merebut perusahaan Tuan Herman Mellema. Malam ini, dia akan mendatangi rumah Nyai Ontosoroh untuk mengambil hak atas perusahaan tersebut. Nyai Ontosoroh pun menyuruh Minke menjemput Jean Marais dan Kommer untuk membantu menghadapi Ir. Maurits Mellema.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4

Tidak ada "RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4" dikarenakan KB tempat saya mengajar l...