Kamis, 04 Februari 2016

Sinopsis “Sekali Peristiwa di Banten Selatan – Pramoedya Ananta Toer”



            Novel ini merupakan hasil reportase singkat Pramoedya Ananta Toer di wilayah Banten Selatan yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin, kerdil, tidak berdaya, lumpuh daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan. Berikut sinopsis dari novel Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “Sekali Peristiwa di Banten Selatan” tersebut :

            Ada dua orang pemikul singkong yang hendak menuju ke tempat truk-truk dari kota. Mereka berhenti di sebuah beranda pondok karena merasa kelelahan. Setelah minum, merokok, dan istirahat mereka melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian, si pemilik pondok datang. Saat Ranta hendak masuk ke pondok, dia mendapati pintuk pondoknya dikunci dan segera memanggil Ireng (istri Ranta) dari luar pondok. Ireng membukakan pintu mempersilahkan suaminya masuk. Lalu, datang juragan Musa. Salah satu orang yang memiliki kekuasaan. Juragan Musa menyuruh Ranta mencuri bibit karet untuknya. Dia memberikan uang pada Ranta sebagai upah awal lalu pergi. Ranta masuk ke dalam pondok dan memberikan upah itu pada istrinya. Upah yang tentu tidak sepadan dengan resiko pekerjaan yang akan dilakukan Ranta.

            Malam harinya, dua orang pemikul singkong datang lagi. Mereka hendak menginap di pondok Ranta karena hujan. Namun, Ranta tidak membukakan pintu. Mereka memutuskan tidur di beranda pondok. Setelah dua orang itu tidur, Ranta diam-diam pergi dari pondoknya. Berangkat untuk mencuri bibit karet. Saat menjelang pagi, Ireng keluar rumah dan mendapati dua orang pemikul singkong tadi sedang tidur di beranda pondoknya. Mereka bangun meminta izin untuk mandi dan memberikan singkong sebagai balas jasa. Ireng mengambil singkong itu. Memasak untuk dimakan bersama dua orang pemikul singkong itu. Beberapa saat kemudian, Ranta pulang. Juragan Musa tidak mau memberi upah tambahan, merampas hasil curian Ranta, dan menyiksa Ranta lalu menyuruhnya pulang. Begitu cerita dari Ranta. Ireng dan kedua orang pemikul singkong pun mengajak Ranta untuk makan bersama. Ireng merasa sedih melihat keadaan suaminya. Namun, Ranta tetap menyuruh Ireng untuk bersabar karena dia percaya, suatu hari nanti keadaan dan kondisi mereka akan menjadi lebih baik ketika tentara Darul Islam itu pergi dari tanah mereka.

            Mereka mengobrol bersama tentang tentara Darul Islam (DI) dan zaman penjajahan yang sebelum-sebelumnya. Dari obrolan itu, mereka menyadari bahwa juragan Musa memiliki hubungan dekat dengan tentara Darul Islam (DI). Tiba-tiba, salah satu dari orang pemikul singkong menampakkan ekspresi terkejut diwajahnya. Dia melihat juragan Musa berjalan menuju pondok Ranta. Mereka pergi bersembunyi karena takut. Ireng mengajak suaminya masuk ke dalam rumah, namun, dia menolak. Ternyata, juragan Musa hanya sekedar lewat tanpa melihat sedikit pun ke arah Ranta dan istrinya. Mengetahui juragan Musa sudah lewat. Dua orang pemikul singkong keluar dari persembunyiannya. Lalu, pamit untuk pulang.

            Ranta, Ireng, dan dua orang pemikul singkong ditambah satu teman dua orang itu mengetahui bahwa juragan Musa memang memiliki hubungan dekat dengan tentara Darul Islam (DI). Mereka memutuskan untuk melaporkan hal tersebut kepada Komandan Banten Selatan. Lalu, Komandan membawa para prajurit Banten Selatan mendatangi rumah juragan Musa. Mereka mengintrogasi juragan Musa dan istrinya di sana. Komandan mendapatkan bukti pertama berupa pengakuan dari Nyonya (istri juragan Musa) yang mengatakan bahwa juragan Musa termasuk ke dalam pembesar atau anggota Darul Islam (DI). Bukti kedua, tas juragan Musa yang berisi surat-surat Darus Islam (DI). Namun, juragan Musa tidak mau mengakui bukti-bukti itu. Tiba-tiba, datanglah Pak Lurah. Komandan, Ranta, dan yang lain segera bersembunyi dan mengancam juragan Musa agar tidak memberitahu Pak Lurah akan keberadaan mereka. Disitulah, Komandan mendapatkan bukti ketiga. Pak lurah melaporkan persiapan rencana untuk menyerbu markas Komandan dan memanggil juragan Musa dengan sebutan “Pak Residen”, sejenis panggilan untuk orang penting yang tergabung dalam Darul Islam (DI). Komandan, Ranta, dan yang lain keluar dari persembunyiannya setelah Pak Lurah meninggalkan rumah juragan Musa. Tapi, juragan Musa masih tidak mau mengakui semua bukti itu. Lalu, datanglah Pak Kasan, bawahan juragan Musa. Pak Kasan menambahkan bukti bahwa juragan Musa memang bekerjasama dengan Darul Islam (DI). Atas perintah juragan Musa, Pak Kasan dan orang-orangnya hendak membunuh Ranta karena Ranta memegang bukti berupa tas yang berisi surat-surat Darul Islam (DI). Namun, gagal karena Ranta tidak di rumah. Atas perintah juragan Musa pula, Pak Kasan dan orang-orangnya membakar rumah Ranta. Begitulah percakapan juragan Musa dan Pak Kasan yang menjadi bukti bahwa juragan Musa adalah anggota Darul Islam (DI). Bukti yang lagi-lagi didengar langsung oleh Komandan, Ranta, dan yang lain selama bersembunyi ketika juragan Musa mengobrol dengan Pak Kasan.

            Banyaknya bukti tersebut membuat juragan Musa benar-benar tidak bisa lari lagi dan menjadi tahanan Komandan. Semua itu berkat laporan dari Ranta, Ireng, dan yang lain. Dari sanalah, sebagai ucapan terimakasih, Ranta diangkat menjadi lurah Banten Selatan secara langsung oleh Komandan menggantikan Pak Lurah sebelumnya yang juga menjadi tahanan.

            Setelah peristiwa penangkapan juragan Musa itu. Ranta, Ireng, dan Rodjali (bawahan juragan Musa) yang ternyata ada di pihak Ranta dan Komandan tinggal dirumah Nyonya Musa. Keadaan masyarakat Banten Selatan yang sudah membaik tidak membuat Ranta lantas bersantai sebagai lurah. Gerombolan pemberontak Darul Islam (DI) sudah datang kembali untuk balas dendam. Sebelum gerombolan pemberontak itu menyerbu, Ranta memiliki strategi menyatukan seluruh masyarakat Banten Selatan untuk membantu Komandan dan pasukannya dalam melawan penyerbuan itu. Pertama, Ranta memanggil pimpinan di setiap desa. Ranta mengatakan rencana menyatukan seluruh masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong melawan gerombolan pemberontak. Kedua, Ranta memerintahkan untuk menyiapkan jebakan dan senjata dari barang apapun yang bisa digunakan seperti bambu dan sebagainya. Ketiga, Ranta melarang semua warga untuk meninggalkan Banten Selatan karena pasti akan ada penyerangan mendadak dari pihak gerombolan pemberontak. Pertempuran itu pun terjadi. Dua diantara dari anggota gerombolan pemberontak bahkan sampai menyerang ke rumah Nyonya Musa. Namun, Rodjali dan Ireng berhasil melawan dan membunuh dua orang itu. Rencana Pak Lurah Ranta menyatukan seluruh masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong melawan gerombolan pemberontak menghasilkan kemenangan.

            Tiga bulan kemudian, keadaan masyarakat dan kondisi Banten Selatan semakin membaik. Di daerah tempat Ranta tinggal sudah dibangun sekolah untuk anak-anak dan Nyonya Musa menjadi salah satu guru yang mengajar baca-tulis. Laki-laki-perempuan, tua-muda, anak-anak, semuanya belajar baca-tulis. Lalu, dibangun pula waduk untuk mengelola ikan sebagai salah satu bahan makanan. Mereka juga akan memiliki ladang untuk ditanami pohon kelapa dan durian. Keadaan yang sudah lama dinantikan oleh Ranta, Ireng, dan seluruh masyarakat Banten Selatan itu datang karena kemauan masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong. Bekerjasama melawan gerombolan pemberontak Darul Islam. Setelah itu, mereka bisa hidup dengan layak di tanah sendiri yang subur. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup tak boleh redup. Karena semangat hidup itulah yang membuat seseorang bisa hidup dan terus bekerja.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4

Tidak ada "RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4" dikarenakan KB tempat saya mengajar l...