Ada
sebuah negara bernama Daha (Kediri) dipimpin oleh Raja Erlangga. Kehidupan di
Daha begitu makmur. Hasil panen para petani selalu baik karena tidak adanya
gangguan hama. Anak-anak muda dilatih menjadi prajurit dan perwira.
Pendeta-pendeta mendapat perlindungan apabila ingin melakukan pertapaan di
gunung. Begitu makmur hingga Daha diibaratkan bagai surga Dewa Indera. Tak ada
negara lain bisa menandingi kemakmuran Daha.
Daha terdiri dari berbagai dusun.
Salah satunya adalah dusun Girah. Di Girah tinggal seorang janda bernama Calon
Arang dengan anak perempuannya, Ratna Manggali. Calon Arang adalah seorang
dukun pemuja Dewi Durga yang terkenal suka menganiaya sesama manusia, membunuh,
merampas, dan menyakiti. Tak ada satu pun penduduk Girah mau mendekati Calon
Arang dan Ratna Manggali karena takut pada mantra-mantranya. Lama-lama, Calon
Arang marah karena merasa tak disukai oleh orang-orang disekitarnya. Calon
Arang juga sudah sering mendengar dari para pengikutnya bahwa penduduk Girah
selalu membicarakan Ratna Manggali. Selain itu, tidak ada satu pun pemuda yang
mau mendekati Ratna Manggali meskipun dia memiliki paras yang cantik. Tentu
saja karena mereka takut pada Calon Arang. Lalu, Calon Arang melakukan pemujaan
untuk memanggil Dewi Durga. Calon Arang ingin meminta izin untuk menyebarkan
penyakit yang bisa membunuh banyak orang. Pemujaan itu berjalan dengan lancar
dan Calon Arang mendapat persetujuan dari Dewi Durga atas keinginannya.
Selain
Girah, ada dusun bernama Lemah Tulis terletak di pegunungan Daha. Tempat
tinggal seorang Empu yang berlawanan karakter dengan Calon Arang. Namanya Empu
Baradah. Beliau memiliki seorang istri dan seorang anak perempuan bernama
Wedawati. Wedawati sangat mirip dengan ayahnya. Suka menolong orang, ramah, dan
selalu berusaha untuk membuat penduduk Lemah Tulis hidup dengan bahagia.
Sayangnya, gadis sebaik Wedawati tiba-tiba saja harus kehilangan Ibunya karena
sebuah penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh Empu Baradah. Beberapa waktu
setelah istrinya meninggal. Empu Baradah menikah lagi dan dikaruniai seorang
anak laki-laki. Istri Empu Baradah sangat menyayangi anak laki-lakinya sehingga
dia tidak mau kasih sayang Empu Baradah terbagi untuk anaknya dan Wedawati. Dia
mencari berbagai cara untuk menyingkirkan Wedawati selama Empu Baradah pergi ke
pertapaan. Dia suka memarahi Wedawati karena alasan yang tidak jelas agar
Wedawati merasa tidak betah tinggal di rumah. Akhirnya, tidak tahan dengan
perlakuan Ibu tirinya. Wedawati pun pergi.
Sementara itu, Calon Arang dan para
pengikutnya sedang berbahagia di Girah. Malam ini, Calon Arang dan para
pengikutnya akan menyebarkan penyakit itu ke seluruh Girah dan daerah diluar
ibukota. Calon Arang berjalan di tengah-tengah para pengikutnya yang sedang
menari-nari mengiringi mantra Calon Arang dari kitab ditangannya. Tidak lama
lagi, mereka akan mengadakan pesta atas kematian para penduduk. Keesokkan
harinya, menyebarlah penyakit yang tak ada obatnya pada seluruh penduduk.
Setiap hari hampir ratusan orang mati dan dimakamkan. Perlahan-lahan, penduduk
baik di Girah maupun Daha semakin sedikit. Tidak ada satu pun pendeta baik yang
mampu menghentikan penyakit dari Calon Arang. Semua orang hidup dalam
ketakutan.
Berita tentang meluasnya penyakit
Calon Arang telah dilaporkan kepada Raja Erlangga. Sang Raja pun mengutus para
prajuritnya untuk menangkap Calon Arang. Selama beberapa hari melakukan
perjalanan. Sampailah para prajurit Raja Erlangga di Girah. Pemimpin pasukan
dan dua orang prajurit memasuki rumah Calon Arang. Namun, Calon Arang yang
sudah sangat sakti tidak bisa dilawan hanya dengan senjata prajurit dan ketiga
prajurit itu pun meninggal ketika hendak menangkap Calon Arang. Prajurit yang
tersisa melarikan diri dari Girah untuk kembali ke Daha dan melaporkan
peristiwa tersebut. Raja Erlangga semakin sedih karena tidak bisa menghentikan penyakit
Calon Arang. Ditambah lagi pemujaan yang beliau lakukan tidak juga mendatangkan
Dewa mana pun untuk membantunya.
Calon Arang bertambah marah
mengetahui Raja Erlangga mengirim para prajurit untuk menangkapnya. Dia
memikirkan cara untuk membalas dendam. Namun, kedua muridnya, Weksirsa dan
Lendi, menyarankan supaya Calon Arang membatalkan niatnya karena Raja Erlangga
merupakan Raja yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Tidak akan ada orang yang
mau memihak mereka apabila terjadi sesuatu yang buruk pada Raja karena
perbuatan mereka. Calon Arang semakin kesal mendengar saran dari Weksirsa dan
Lendi. Akhirnya, dia melakukan pemujaan lagi pada Dewi Durga. Meminta agar Dewi
Durga mengizinkan untuk Calon Arang menyebarkan penyakit tidak hanya di seluruh
Girah dan diluar ibukota tapi di seluruh negara Daha.
Di Lemah Tulis, Empu Baradah sibuk
mencari Wedawati yang pergi dari rumah. Empu Baradah bertanya pada setiap orang
yang ditemuinya. Hingga salah satu dari mereka mengatakan kalau Wedawati
mungkin pergi ke kuburan Ibunya. Cepat-cepat Empu Baradah pergi ke makam istri
pertamanya itu. Di sanalah Empu Baradah menemukan Wedawati yang tengah duduk
disamping makam Ibunya. Empu Baradah pun mengajak Wedawati untuk pulang.
Semenjak saat itu, Wedawati jarang sekali pergi menemui teman-temannya. Empu
Baradah menyuruh Wedawati untuk belajar banyak ilmu di pondok.
Setelah itu, datanglah utusan Raja
Erlangga menemui Empu Baradah. Dia menyampaikan pada Empu Baradah bahwa Raja
Erlangga memerlukan bantuan Empu Baradah untuk melenyapkan mantra Calon Arang.
Menurut ceritanya, Calon Arang menyebarkan mantra penyakit itu karena dia
merasa kesal. Para pemuda tidak ada yang mau mendekati anaknya, Ratna Manggali.
Empu Baradah pun bersedia membantu Raja Erlangga. Pertama-tama, Empu Baradah
meminta agar Raja Erlangga mau menanggung biaya pernikahan Ratna Manggali
dengan anak didiknya, Empu Bahula. Ya, Empu Baradah hendak menjodohkan Ratna
Manggali dengan Empu Bahula.
Lalu, Empu Baradah pergi ke
pertapaan. Ibu tiri Wedawati mulai berlaku kasar lagi padanya selama Empu
Baradah pergi. Wedawati pun memutuskan untuk pergi dan tinggal di makam Ibunya.
Dia berniat tidak akan pernah kembali lagi ke rumahnya. Beberapa hari kemudian,
pulanglah Empu Baradah. Mendapati Wedawati tidak ada di rumah, Empu Baradah
segera pergi ke makam istrinya. Empu Baradah membujuk agar Wedawati mau ikut
pulang dengannya. Namun, Wedawati tidak mau merubah keputusannya. Dia akan
tetap tinggal di makam Ibunya. Empu Baradah pun menyuruh beberapa muridnya
membangunkan sebuah rumah di dekat makam Istrinya untuk Wedawati. Sejak saat
itu, Wedawati tinggal dan melakukan pertapaan di sana. Sesekali Empu Baradah
datang untuk mengajari Wedawati tentang kitab-kitab. Wedawati tidak pernah
menanyakan tentang Lemah Tulis, Ibu tiri, dan adik tirinya. Dia hanya mau
bertanya tentang hal-hal yang bersangkutan dengan kitab-kitab itu.
Raja Erlangga sangat senang ketika
Empu Baradah bersedia membantunya. Bahkan, Empu Baradah sudah menemukan cara
untuk melenyapkan mantra Calon Arang. Raja Erlangga memberikan uang dan emas
kepada Empu Bahula sebagai emas kawin dan biaya pernikahannya dengan Ratna
Manggali. Berangkatlah Empu Bahula ke dusun Girah untuk melamar Ratna Manggali.
Empu Bahula disambut ramah oleh Calon Arang. Dia sangat bahagia ketika
mendengar bahwa Empu Bahula ingin menikah dengan anak perempuannya. Pikirnya,
Ratna Manggali tidak akan jadi omongan orang-orang dusun lagi. Calon Arang
menerima lamaran Empu Bahula dan mengadakan pesta pernikahan besar-besaran
untuk mereka. Beberapa hari kemudian, Empu Bahula sering melihat Calon Arang
pergi dari rumah dan pulang ketika tengah malam. Empu Bahula pun bertanya pada
Ratna Manggali tujuan pergi dari Calon Arang. Ratna Manggali menjelaskan semua
tentang Ibunya yang suka melakukan pemujaan untuk Dewi Durga demi menyebarkan
mantra penyakit ke seluruh penduduk Daha. Empu Bahula meminta tolong pada Ratna
Manggali untuk mengambilkan kitab Calon Arang ketika dia tidur. Hingga suatu
malam ketika Calon Arang sedang tidur dengan pulasnya. Ratna Manggali diam-diam
masuk ke dalam kamarnya dan mengambil kitab itu. Diserahkannya kitab Calon
Arang pada Empu Bahula. Setelah mendapatkan kitab itu, Empu Bahula segera pergi
ke dusun Lemah Tulis. Menyerahkan kitab Calon Arang kepada Empu Baradah.
Setelah berhasil mempelajari isi dari kitab Calon Arang, beliau mengembalikan
kitab itu pada Empu Bahula dan menyuruhnya kembali ke dusun Girah. Empu Bahula
pun kembali ke dusun Girah. Lalu, Empu Baradah mulai menyembuhkan satu persatu
setiap penduduk yang ditemuinya. Hingga beliau bertemu dengan dua murid dari
Calon Arang, Weksirsa dan Mahisa Wadana yang meminta tolong supaya Empu Baradah
mau membantu mereka dalam bertobat. Empu Baradah berjanji akan membantu mereka.
Namun, Weksirsa dan Mahisa Wadana harus mengantarkan Empu Baradah bertemu
dengan Calon Arang terlebih dahulu.
Weksirsa dan Mahisa Wadana membawa
Empu Baradah ke tempat Calon Arang biasa melakukan pemujaan untuk Dewi Durga.
Mengetahui Empu Baradah adalah pendeta baik yang mampu menyembuhkan penduduk
dari mantra penyakitnya. Calon Arang segera memohon agar Empu Baradah mau
menyucikannya. Akan tetapi, Empu Baradah menolak karena dosa Calon Arang
terlalu besar. Calon Arang pun marah dan menantang Empu Baradah adu kekuatan.
Calon Arang mengeluarkan semua kekuatan sihir yang dia miliki untuk melawan
Empu Baradah. Namun, gagal dan Empu Baradah berhasil membunuh calon Arang.
Beberapa hari setelah kematian Calon Arang. Daha kembali menjadi negara yang
makmur. Raja Erlangga mempelajari beberapa ilmu dari Empu Baradah untuk
melindungi rakyatnya. Empu Bahula dan Ratna Manggali hidup dengan bahagia.
Weksirsa dan Mahisa Wadana menjadi anak didik Empu Baradah yang paling setia.
Sedangkan, Wedawati tetap menajalani pertapaannya. Kehidupan di Daha sudah
kembali seperti sedia kala berkat pertolongan dari Empu Baradah dengan bantuan
dari Empu Bahula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar