Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di
sekolah.
Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA
pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan
fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan
menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan
berbagai fenomena yang berbeda. Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah
memiliki karakteristik tersendiri.
Uraian
karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut:
a. Proses belajar IPA
melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai
macam gerakan otot. Contoh : untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu
melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati
perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot
untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan
benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data
pengukuran kuantitatif yang akurat.
b. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
cara (teknik). Misalnya,
observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
c. Belajar IPA
memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal
ini dilakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat terbatas. Selain
itu, ada hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan
pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara
itu IPA mengutamakan obyektivitas. Contoh : pengamatan untuk mengukur suhu
benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer.
d. Belajar IPA seringkali
melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah (misal seminar, konferensi atau
simposium), studi kepustakaan, mengunjungi suatu objek, penyusunan
hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan tersebut kita lakukan
semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang
benar-benar obyektif. Contoh : sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh
pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah
lokal, regional, nasional, atau bahkan sampai tingkat internasional untuk
dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
e. Belajar IPA merupakan
proses aktif. Belajar
IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang
dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan
peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun
penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan caracara
yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain. Keaktifan
secara fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh
pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA. Para
ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA
seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif. nKeaktifan dalam belajar IPA terletak pada dua segi,
yaitu aktif bertindak secara fisik atau hands-on dan aktif berpikir atau
mindson (NRC, 1996:20)
SUMBER :
Lutfiana, Eka. 2014. Hakikat IPA
dan Pembelajaran IPA, (online), http://ekalutfiana3.blogspot.co.id/2014/12/hakikat-ipa-dan-pembelajaran-ipa-sd.html,
(Diakses
10 Februari 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar