Sabtu, 15 Oktober 2016

Model Pengembangan Instruksional



A.   Definisi Pengembangan Instruksional
                     
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan. Sistem instruksional adalah semua materi pelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya.Definisi pengembangan instruksional adalah "suatu proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya. Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun desain instruksional dapat menilai efektivitas suatu desain.

Dua macam proses pengembangan sistem instruksional. Prosedur atau proses yang ditempuh  oleh para pengembang instruksional bisa meliputi dua cara:

1.      Dengan  pendekatan secara empiris. Disini paket atau bahan pengajaran disusun berdasarkan pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tidak sesuaidengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusun paket materi pengajaran diulang.

2.      Dengan mengikuti atau membuat suatu model. menurut pendekatan ini, hasil yang diharapkan, bisa duklasifikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk tiap-tiap tujuan khusus dapat dililihkan cara-cara tertentu untuk mencapainya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa diciptakan dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan.

Model pengembangan sistem instruksional di lain pihak berusaha untuk menentukan prosedur secara khusus dalam mengamati berbagai macam klasifikasi tingkah laku siswa belajar, dan prosedur untuk mengubah rangsangan sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam suatu interaksi dengan lingkungan. Jadi, titik beratnya adalah pada mekanisme dan proses dalam suatu macam lingkungan tertentu, dalam suatu susunan tertentu untuk membawa perubahan tingkah laku siswa. pengembangan sistem instruksional menentukan kondisi dan lingkungan untuk mengubah dan mengamati perubahan tingkah laku siswa.

B.   Dimensi Pengembangan Instruksional

Sistem Instruksional sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan dimensi proses yang nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem instruksional merujuk pada langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui dalam mempersiapkan terjadinya proses belajar mengajar. Perencanaan Pembelajaran dilakukan sebelum melakukan proses belajar mengajar karena merupakan prosedur  dalam mempersiapkan belajar mengajar. Rencana sangat penting karena sangat mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar yang akan dilakukan. Jika perencanaan pembelajaran yang disiapkan sangat efektif, maka proses pembelajaran pun akan efektif. Begitupun sebaliknya.

            Dalam dimensi realita sistem instruksional merujuk pada interaksi kelas atau “the clssroom system” menurut konsep Wong dan Raulerson (1973) kedua dimensi itu secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan. Dimensi realita cenderung terletak pada sistem-sistem yang ada di kelas. Dimensi inipun rujukannya ketika melakukan proses belajar mengajar. Kedua dimensi ini memang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan karena dua dimensi tersebut bagian dari sistem instruksional, sistem instruksional bagian dari sistem kurikulum, dan sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan.

C.   Model Pengembangan Instruksional

Ada beberapa model desain intruksional, di antaranya adalah :

1.      Model Kamp

Di antara beberapa model desain intruksional, salah satunya adalah model Kemp yaitu model desain intruksional yang dikembangkan dengan membentuk siklus. Karena menurut Kemp, pengembangan desain pembelajaran itu terdiri atas komponen-komponen yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Maka wajar jika dalam hal ini kemp tidak menentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Karena menurutnya, untuk mengembangkan sistem intruksional itu bisa dari mana saja, asal urutan komponennya tidak diubah. Oleh karena itu, model kemp juga dikatakan sebagai model yang paling luwes dalam kerangka desainnya.

Adapun komponen-komponen dalam suatu desain intruksional menurut Kemp adalah:

a.       Hasil yang ingin di capai
b.      Analisis tes mata pelajaran
c.       Tujuan khusus belajar
d.      Aktivitas belajar
e.       Sumber belajar
f.       Layanan pendukung
g.      Evaluasi belajar
h.      Tes awal
i.        Karaekteristik belajar

Dalam pengembangannya, kesembilan komponen ini terus–menerus direvisi setelah dilakukan evaluasi, baik evaluasi summatife maupun evaluasi formatife. Yaitu agar model ini dapat diarahkan dan disesuaikan untuk menentukan kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai, prioritas, dan berbagai kendala yang muncul.

Model Kemp Terdiri dari 8 langkah :

1. Menentukan tujuan instruksional umum, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan.
2. Membuat analisis tentang karakteristik siswa.
3. Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur.
4. Menentukan materi atau bahan pelajaran sesuai dengan tujuan instruksional khusus.

5. Menetapkan penjajagan awal.
6. Menentukan strategi belajar mengajar yang sesuai kriteria umum untuk pemilihan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus adalah efesien, keefektifan, ekonomis, kepraktisan.
7. Mengkoordinasi sarana penunjang yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu dan tenaga.
8. Mengadakan evaluasi.

2.      Model Banathy

Berbeda dengan model kemp, model disain banathy tidak menganggap bahwa komponen-komponen bisa dimulai dari mana saja, melainkan model banathy adalah model yang memandang bahwa penyesuaian sistem instruksional harus dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Ada terdapat enam tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran menurut banathy, yakni:

o   Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan sistem maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh sisa atau peserta didik.
o   Merumuskan kriteria tes  yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya.
o   Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan menginvetarisasi seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta mnentukan kegiatan yang mungkin dapat diterapkan.
o   Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem setiap komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan .
o   Mengimplementasikan dan melakukan control kualitas sistem, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas sistem, melakukan penempatan dan melaksanakan evaluasi.
o   Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.

3.      Model Dick  and Cery

Seperti desain model banathy, dalam mendesain pembelajaran model Dick and Cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Mengapa hal ini perlu dirumuskan? Oleh sebab rumusan kemampuan khusus harus berpijak dari kemampuan dasar atau kemampuan awal.Manakala telah dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai selanjutnya dirumuskan tes ke bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus.Untuk mencapai tujuan khusus yang selanjutnya dikembangkan strategi pembelajaran, yakni scenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.Langkah akhir dari desain adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi formatife dan evaluasi summative evaluasi formatif berfungsi untuk menilai efektifitas program dan evaluasi. Sumatif berfungsi ungtuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam penguasaaan  materi pelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan umpan balik dalam revisi program pembelajaran.

Model Dick and Carrey terdiri dari 10 langkah, yakni :

1. Mengidentifikasi tujuan umum pengajaran.
2. Mengadakan analisis pembelajaran.
3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik mahasiswa.
4. Merumuskan tujuan performansi.
5. Mengembangkan butir-butir tes acuan patokan.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran.
7. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran.
8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif.
9. Merevisi bahan pembelajaran.
10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick dan Cerey, yang dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carey. Model pengembangan ini ada kemiripan dengan model Kemp,tetapi ditambah komponen melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat tahap yang akan dilewati pada proses pengembangan dan perencanaan tersebut. 

Berikut gambar model pengembangan oleh Dick dan Carrey.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5zFC19BaWrQ-fechp2Q-d8s7jVkkckxsipAFEQce3AvZoBS9s0Fp66jo3Z_0C-EyKyCX3AAej-3iu5k4_yCWt8643P3uyGczPbUrxHemY8AYNiSuU4GirTrst3CWryqKK952gYdEk0_Y/s1600/Dick-carrey.jpg

Dari model di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.                  Identifikasi tujuan, tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar mahasiswa dapat melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program pengajaran.

2.                  Melakukan analisis instruksional, yakni menentukan kemampuan apa saja yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik atau materi yang akan dipelajari.


3.                  Mengidentifikasi tingkah laku awal dan karakteristik mahasiswa, ketika melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan keterampilan awal yang telah dimiliki mahasiswa.

4.                  Merumuskan tujuan kinerja. Berdasarkan analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal mahasiswa kemudian dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan mahasiswa setelah menyelesaikan pembelajaran.


5.                  Pengembangan tes acuan patokan. Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan.

6.                  Pengembangan strategi pengajaran. Informasi dari lima tahap sebelumnya, dilakukan pengembangan strategi pengajaran untuk mencapai tujuan akhir.


7.                  Pengembangan atau memilih pengajaran. Tahap ini akan digunakan strategi pengajaran untuk menghasilkan pengajaran, seperti petunjuk pembelajaran untuk mahasiswa, materi, tes dan panduan dosen.

8.                  Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data dan mengidentifikasi data tersebut.


9.                  Menulis perangkat. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas.

10.              Revisi pengajaran. Tahap ini mengulangi siklus pengembangan perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dianalisis serta diinterpretasikan.


4.      Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)

Menurut Basyiruddin PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu system untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.[1]
Dari keterangan di atas, dapat di simpulkan PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien.

Model PSSI adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar


PPSI terdiri dari lima tahap yakni :

·         Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada empat syarat dalam perumusan tujuan ini, yakni tujuan operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar atau proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
·         Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap dua setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan criteria yang telah ditentukan.
·         Mengembangkan kegiatan belajar mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh.
·         Mengembangkan program kegiatan pembelajaran yakni, merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran.
·         Pelaksanaan program, yaitu kegiatan mengadakan pra-test, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes, dan melakukan perbaikan

Model PPSI merupakan model yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran melalui pembuatan RPP karena model PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

Guna memudahkan penyususunan PPSI maka prosedurnya dapat digambarkan seperti pada bagan dibawah ini:






Gambar 1. Model Perecaaan Pembelajaran PPSI[13]

Berpegang pada PPSI yang telah di kembangkan, selanjutnya guru menyusun Model Satuan Pelajaran (SAP atau MSP). Sebagaimana diuraikan berikut ini, baik PPSI maupun SAP kami uraikan lebih terinci dalam “Strategi Belajar Mengajar” (Oemar Hamalik,  1986 halaman 22-63).

Ada kelebihan dan kekurangan dari pada Prosedur Pengembangan Sistem Intruksioner (PPSI)
1.      Kelebihan PPSI
a. Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran    bukan untuk mengembangkan sistem pempelajaran.
b. Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis.
2.      Kekurangan PPSI
a. Bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga dan pikiran yang lebih karena guru harus memberikan pretest dan post test untuk setiap unit pelajaran.[4]

5.      Model Pengembangan Sistem Instruksional (MPSI)

Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya."

6.      Model Briggs

Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistim dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional yang susunan anggotanya meliputi: dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional (Mudhoffir, 1986 : 34)

Brigs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jaajaran dalam bidang pendidikan dan latihan. Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja. Di samping itu, model ini dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.

Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pancang desain instruksionalnya Briggs.

7.      Model IDI

Pengembangan instruksional model ID (Instruksional Development Institute) merupakan suatu hasil konsorsium antar perguruan tinggi di Amerika Serikat yang dikenal dengan Uniiversity Consorsium Instructional Development and Technology (UCIDT).

Model IDI ini telah dikembangkan dan diuji-cobakan pada beberapa negara di Asia dan Eropa dan telah berhasil di 334 institusi pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya dengan model-model pengembangan instruksional lainnya, model ini juga menggunakan model pendekatan sistim yang meliputi tiga tahapan, yakni;
1)      Pembatasan (define)
2)      Pengembangan (develop)
3)      Penilaian (evaluate)


1)      Tahap pembatasan (define)

Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau yang disebut need assesment. Pada dasarnya need assisment ini berusaha menemukan suatu perbedaan (descrypancy) antara apa yang ada dan apa yang idealnya (yang diinginkan). Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu diadakan prioritas mana yang didahulukan dan mana yang dikemudian.

2)      Tahap Pengembangan

Identifikasi tujuan; tujuan instruksional yang hendak dicapai perlu diidentifikasikan terlebih dahulu, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK adalah penjabaran yang lebih rinci dari TIU, maka TIK dianggap penting sekali dalam pengembangan instruksional, disamping itu TIK perlu karena;
a)      Membantu siswa dan guru untuk memahami secara jelas apa-apa yang diharapkan sebagai hasil kegiatan instruksional;
b)      TIK merupakan building blocks dari pengajaran yang diberikan
c)      TIK merupakan penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Penentuan metode;

Ø  Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perlu ditempuh suatu cara, dalam hal ini metode apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkn tersebut.
Ø  Bagaimanakah urutan isi/ bahan yang akan disajikan?
Ø  Bentuk instruksional apakah yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dalam situasi dan kondisinya? Apakah dipakai metode ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individual dan lain-lainnya?

3)  Tahap penilaian

Tes uji coba;

Setelah prototipa program instruksional tersebut disusun, maka langkah berikutnya harus diadakan uji-coba. Uji-coba ini dapat dilakukan pada sampel audien untuk menentukan kelemahan dan kebaikan serta efesiensi dan keefektifan suatu program yang dikembangkan.
Analisis hasil

Hasil uji coba yang dilakukan perlu dianalisis terutama yang berkenaan dengan;
Ø  Apakah tujuan dapat dicapai, bila tidak atau belum semuanya, dimanakah letak kesalahannya?
Ø  Apakah metode atau teknik yang dipakai sudah cocok denganpencapaian tujuan-tujuan tersebut, mengingat karakteristik siswa yang telah diidentivikasi?
Ø  Apakah tidak ada kesalahan dalam pembuatan instrumen evaluasi?
Ø  Apakah sudah dievaluasi hal-hal yang seharusnya perlu dievaluasi?

D.   Persamaan dan Perbedaan Model Pengembangan Instruksional

Walaupun model desain intruksioanl yang dikembangkan berbeda-beda, namun model desain ini masih memiliki persamaan. Adapun persamaan model desain ini adalah:

§  Pengembangan sistem intruksional adalah suatu proses secara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapat pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan serta diterapkan dalam pengajaran
§  Sistem intruksional adalah semua materi pelajaran dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam senyatanya.
§  Seluruh model desain intruksional ini adalah proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengmbangan paket pelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar.
§  Seluruh sistem desain intruksional ini ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan intruksional. Semua konsep sistem ini dalam hubungannya satu sama lain dipandang satu kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut lebih dulu di uji coba efektivitasnya sebelum sebelum disebarluaskan penggunaannya ke berbagai lembaga pendidikan.

Selain itu, secara garis besar desain ini dikembangkan untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam perencanaan sistam pembelajaran yang lebih efektif, dan mencapai hasil belajar yang diharapakan.

Adapun Perbedaaan desain intruksional ini adalah, sebagaimana ter cantum dalam tabel di bawah ini :

IDI
Dik and Carrey
PPSI
Berbasis Kompetensi
Mengembangkan 3 langkah pokok
Mengembangkan 10 langkah secara bindependen
Mengembangkan 5 langkah secara independen
Mengembangkan 10 langkah pembelajaran
·      Define
·      Develove
·      Evaluate
·      Identifikasi tujuan anslisis
·      Identifikasi awal dan karateristik
·      Merumuskan tujuan pembelajaran
·      Mengembangkan butir tes acuan criteria
·      Mengembangkan strategi pembelajaran
·      Mengembangkan dan memilih bahan pembelajarn
·      Merancang dan melakuakan evaluasi  formatif
·      Merevisi pembelajaran
·      Melakuakan evaluasi sumatif
·      Merumuskan tujuan
·     Mengembangkan alat evalusai
·      Menentukan kegiatan belajar
·     Mengembangkan program kegiatan pelaksanaan
·      Spesifikasi asumsi-asumsi atau proposisi yang mendasar
·      Mengidentifikasi kompetensi
·      Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
·      Menentukan tingkat tingkat criteria dan jenis assessment
·      Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
·      Desain dan strategi pembelajaran
·      Mengorganisasi system pengelolaan
·      Melaksanakan prcobaan program
·      Menilai desain program
·      Memperbaiki program


E.    Tujuan dan Fungsi Pengembangan Instruksional

Sesuai definisi dari pengembangan instruksional, tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan sistem instruksional yang efektif dalam rangka perbaikan pengajarn pendidikan. Sedangkan tujuan khususnya antara lain, yaitu:

*      Untuk mengidentifikasi masalah-masalah instruksional serta mengorganisasi alat pemecahan masalah tersebut.
*      Untuk menghasilkan strategi belajar-mengajar yang efektif dalam rangka perbaikan pengajaran dan pendidikan.
*      Untuk menghasikan perencanaan instruksional yang efektif dalam rangka perbaikan pengajaran dan pendidikan.
*      Untuk menghasilkan evaluasi belajar-mengajar yang efektif dalam rangka perbaikan pengajaran dan pendidikan.
*      Untuk mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
*      Untuk mengidentifikasi alt dan media yang cocok dan sesuai dengan tujuan instruksional dalam proses belajar mengajar.
*      Untuk menentukan dan mengidentiikasi materi pengajaran yang cocok, agar belajar-mengajar dapat berjalan efektif.

Sedangkan fungsi dari pengembangan instruksional dalam belajar mengajar yaitu:

v  Sebagai pedoman bagi guru/dosen dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, dalam rangka perbaikan situasi pengajaran dan pendidikan.
v  Sebagai pedoman guru dalam mengambil keputusan instruksional, meliputi: mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik, menentukan tujuan instruksional, menentukan strategi belajar mengajar, menentukan materi pelajaran, menentukan media/alat peraga, menentukan evaluasi pengajaran dan lain sebagainya.
v  Sebagai alat pengontrol/evaluasi, sesuai antara perencanaan instruksional dengan pelaksanaan belajar-mengajar.
v  Sebagai balikan (Feed back) bagi guru tentang keberhasilan pelaksanaan belajar-mengajar, dalam rangka melakukan perbaikan pengajaran dan pendidikan.

SUMBER :

  [1].Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta : Bumi Akasara, 2002) h. 23
   [4]Imam azhar. perncanaan system desain pembelajaran.( Lamongan: staidra. 2013)h. 22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4

Tidak ada "RPPH Kelompok Bermain Tema Diriku Sub Tema Anggota Tubuhku Minggu Ke-4 Hari Ke-4" dikarenakan KB tempat saya mengajar l...