Hanami : The Twenty Hopes of Lavender
Disclaimer :
Naruto ©
Masashi Kishimoto
Hanami ©
Raira Rin
Pairing :
Hinata Hyuuga X Sasuke Uchiha
Sakura Haruno X Naruto Uzumaki
Genre : Romance
Rated : T/M
Warning : Have a nice read, mina-san.. ^_^
Chapter 14
The Last Hope
Hinata tersenyum dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
“Cobalah ingat dengan baik, Naruto-kun. Kamu sendiri yang mengatakan bahwa
hatimu itu tidak akan memberi hanya sekedar janji palsu untukku. Lagipula,
semua permintaanku memanglah konyol.”
.....
Naruto POV :
Aku ingin makan masakan Hinata setiap hari. Bento, sushi, onigiri,
ramen, terserah apapun itu. Masakan Hinata sama enaknya dengan masakan
Kaa-chan.
Aku ingin bermain basket dengan Hinata setiap hari Minggu di
lapangan Konohagakure. Tidak peduli meski harus bertengkar dengan Sakura setiap
hari. Itu harga yang sepadan.
Aku ingin memperkenalkan Hinata pada jii-chan dan baa-chan. Hinata
pasti akan cocok berteman dengan baa-chan karena mereka sama-sama pintar masak.
Hinata juga pasti akan cocok berteman dengan jii-chan mengingat dia tak kalah
manis dari Sakura.
Aku ingin naik perahu angsa di Inokashira Park. Mungkin agak
konyol. Tapi, aku masih penasaran.
Terakhir, aku ingin Hinata tahu tentang perasaanku padanya. Aku
tidak bisa menahannya lagi. Perasaan dan ikatan tanpa cinta ini harus segera
diakhiri.
Normal POV
“Hinata-chan, aku menyukaimu.” Kata Naruto pelan. Namun, tiga
pasang telinga itu bisa mendengar dengan jelas yang dikatakan Naruto. Mengingat
mereka berempat sedang berada di ruang tamu rumah Hinata yang sepi.
“Iya, aku sangat menyukaimu.” Ulang Naruto dengan volume suara
sedikit lebih keras dari sebelumnya. “Dalam artian, aku ingin kamu menjadi
pacarku.”
Hinata hanya diam. Sasuke masih bisa menahan emosi. Sedangkan,
Sakura sudah terlihat sangat kecewa.
“SEJAK KAPAN KALIAN BERDUA-” Sakura menggantung ucapannya. Mencoba
tetap mengendalikan diri. Menahan emosi dan bicara adalah dua hal yang sulit
dilakukan secara bersamaan. “Apa sejak Naruto-kun dan aku menonton film kedua
belas kami di Odaiba? Apa sejak Naruto-kun dan aku terakhir kali minum kopi di
Ginza? Apa sejak jalan menuju Ebizu ditutup selama satu Minggu? Apa sejak aku
menolak naik perahu angsa di Kichijoji? Atau.. apa sejak Naruto-kun dan aku
membelikan kado ulang tahun untukmu di Omotesando?” Sakura bicara pada Hinata
dengan nada yang aneh. “Hahaha.. aku ingat, Hinata-chan. Ini pasti sejak kalian
lari pagi bersama keliling Konoha, kan? Oh Hinata-chan, kalian berdua
benar-benar sialan. SHANNARO!!!”
Hinata pun menangis. Rasanya, akan lebih baik jika Sakura menampar
pipinya sekeras mungkin lalu emutuskan persahabatan mereka tanpa sepatah kata
pun. “Dan kau Naruto-kun, apa yang sudah aku lakukan padamu? Sudahlah. Aku
menyerah.”
Sakura pergi menyisahkan keheningan di ruangan bernuansa ungu muda
itu.
“Naruto-kun, bukankah kamu masih berhutang satu permintaan untuk
dikabulkan, kamu ingat? Aku ingin kamu menarik ucapanmu dan pergilah mengejar
Sakura-chan. Apapun perasaanku padamu itu sama sekali tidak berarti.”
“Itu konyol, Hinata-chan. Aku tidak mau. Ada apa? Apa kamu takut
mengakui tentang perasaanmu padaku di depan Teme?”
Hinata tersenyum dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
“Cobalah ingat dengan baik, Naruto-kun. Kamu sendiri yang mengatakan bahwa
hatimu itu tidak akan memberi hanya sekedar janji palsu untukku. Lagipula,
semua permintaanku memanglah konyol.”
Sasuke berdiri disamping kanan Hinata. Menggenggam tangan Nyonya
Lavender-nya. “Kau sudah mendengar keputusannya. Hanya sekedar ingin kau tahu.
Aku tidak akan pernah melepasnya meskipun aku tahu dia sempat menyukaimu.”
Naruto mengepalkan kuat tangannya. Hinata terlihat sudah tidak
ingin melakukan pembelaan atas hubungan mereka. Sudah jelas. Naruto pun tahu
kalau Hinata bukanlah tipe perempuan yang suka mementingkan perasaannya
sendiri. Sementara, Sasuke adalah seorang Uchiha yang tidak pernah main-main
dengan ucapannya.
“Aku akan mengabulkan permintaan terakhirmu, Hinata-chan.
Dattebayo!” Naruto pergi.
Hinata menangis sejadi-jadinya dalam pelukkan Sasuke. Tidak
munafik, terasa begitu sakit. Rasanya, seperti baru saja melepas kekasih yang
sangat disayanginya selama bertahun-tahun. Tunggu dulu, Sasuke? Hinata mengangkat
kepalanya. Mempertemukan irish lavender dengan irish hitam itu. “Maaf Tuan
Pantat Ayam. Lepaskan aku.”
“Tidak mau. Uchiha tidak pernah menerima penolakkan. Lagipula,
terserah mau aku apakan Nyonya Lavenderku. Aku peluk. Aku cium. Aku tinggalkan.”
Sasuke memperdalam pelukkannya. “Nyonya Lavender, jika kamu merasa
bosan naik mobil sport hitam milikku, maka kamu boleh naik mobil sport orange
milik Dobe atau mobil sport merah milik Gaara. Jika kamu merasa bosan menemani
Itachi nii-kun minum teh di sore hari, maka kamu boleh menghabiskan seharian
penuh untuk bermain playstation dengan Yahiko nii-kun. Jika kamu merasa bosan
membaca novel di balkon kamarku, maka kamu boleh membuat sakuramochi di dapur Dobe.
Tapi, tetaplah hanya mencintaiku.”
“Tuan Pantat Ayam seharusnya kamu marah padaku, kan?” tanya Hinata.
“Marah? Tidak mau. Bukankah kamu yang bilang kalau apapun
perasaanmu pada Dobe itu sama sekali tidak berarti. Nyonya Lavender, apapun
perasaanmu pada Dobe. Aku akan tetap mencintaimu.”
oOo To Be Continued oOo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar